Jakarta - Pilihan politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk terus ke tengah perlu dikritisi. Banyak pengamat politik yang menganggap ini sebagai kemajuan, terobosan, dan keputusan cemerlang. Tetapi, ada beberapa hal yang perlu diingat sebagai pertimbangan penting. Salah belok di antara banyak persimpangan justru akan menghabiskan energi untuk merentasi tujuan.

Setidaknya ada 5 (lima) hal yang pantas menjadi pertimbangan partai yang dalam
pemilu kemarin memiliki pemilih tetap dan sedikit cenderung turun dari pemilu
sebelumnya. 5 hal tersebut antara lain:

Sejarah PKS
Partai yang dideklarasikan dengan nama awal Partai Keadilan (PK) di Lapangan Masjid Al Azhar pada 9 Agustus 1998. Lahir sebagai partai dakwah. Sejak awal partai ini sangat tegas menyuarakan suara syariah.

Misalnya deklarasi 6 partai yang menginginkan kembalinya piagam Jakarta. Hal ini tidak mengherankan karena PK (yang sekarang PKS) merupakan perwujudan perjuangan politik gerakan Tarbiyah (Ikhwan) yang sangat konsen dengan ideologi/ asas Islam.

Kondisi kesejarahan ini perlu mendapatkan perhatian serius karena mau tidak mau ibarat rumah ideologi/ platform partai merupakan pondasi. Mengubah pondasi memerlukan energi besar dan tentunya mengubah corak/ warna partai.

Sebut saja secara simbolis. Presiden PKS Lutfi menyebutkan "seragam kami pun kini berubah menjadi warna putih yang lebih dominan. Ini melambangkan setia kawan, termasuk dalam koalisi". Pidato KH Hilmi pada acara pembukaan munas juga mengarah pada pergeseran pandangan partai untuk terus ke tengah.

Kader Loyal Partai
Perlu diingat bahwa partai ini bisa besar karena loyalitas kader. Proses kaderisasi dimulai jauh sebelum partai ini terpikirkan untuk didirikan. Ketaatan pada pimpinan (Qiyadah) adalah kesadaran yang lahir bukan karena kepentingan material tapi lebih didorong oleh semangat ideologi keislaman.

Pergeseran asas (baik ekplisit maupun implisit) partai bisa direspon lain oleh kader loyal partai. Bila ini terjadi akan terjadi penurunan gerak roda partai, pahitnya, mesin partai bisa macet untuk menghasilkan masa apalagi kader. Ibarat peribahasa mengharap burung terbang tinggi punai di tangan dilepaskan.

Differensiasi
Saat ini di antara partai-partai Islam dan masa Islam yang ada, hanya PKS yang
'masih' memiliki sisa warna Islam dan harapan sebagai partai politik 'sehat'. Dalam ilmu marketing differensiasi menjadi penting. Aspirasi umat Islam sebenarnya bisa dikelola dengan baik jika saluran aspirasi mereka sesuai.

Survey indobarometer, UIN Jakarta, dan SEM Institute mengenai keinginan masyarakat atas syariah Islam (hampir semua lembaga ini menyatakan lebih dari 60% setuju) untuk mengatasi persoalan bangsa. Tentu kondisi ini bisa menjadi pertimbangan betapa besar harapan rakyat Indonesia pada sistem alternatif. Jika PKS ikut ke tengah, mengedepankan alternatif popular dan 'moderat', tentu pasar yang diperebutkan sama dengan partai lain.

Belajar dari PKB, PAN, dan PPP
PKB, PAN, dan PPP adalah realitas yang perlu dibaca. Partai-partai yang bermasa umat Islam ini lebih dulu ke tengah, dan hasilnya adalah perolehan suara yang terus turun dari satu pemilu ke pemilu berikutnya. Selain terjadinya konflik internal partai.

PKS seharusnya mengambil kesempatan ini untuk 'mewadahi' suara yang tak terwadahi. Konsistensi masyarakat membutuhkan partai yang konsisten. Inkonsistensi menunjukkan ketidaksiapan dan menurunkan kredibiltas partai. Kejujuran dan keteguhan partai juga ditunjukkan dari konsistensi ideologi yang diemban.

Pertumbuhan partai adalah jalan panjang. Masyarakat menilai partai dalam frame konsistensinya, sebut saja Hamas yang kemudian dipilih secara mayoritas karena konsistensinya, Masyumi yang dipilih mayotitas juga karena konsistensinya.

Menuju Partai Dakwah yang Islami
Dinamika internal partai dan juga dinamika masyarakat perlu dipandang dalam kerangka integral. Partai adalah intitusi yang memiliki tujuan untuk memberikan edukasi politik, menampung aspirasi, dan kemudian memperjuangkannya dengan ideologi yang diemban.

Memang akan banyak tantangan yang memberikan pilihan ketika perjuangan partai dijalankan. Tetapi, naif bila partai kemudian mengikuti kehendak 'rakyat' dan berubah sesusai dinamika perubahan masyarakat setelah partai pasrah karena ideologi yang dibawanya tidak diterima. Adalah sebuah kegagalan apabila partai keluar dari tujuan perjuangan karena asyik dengan pesta-pesta politik yang ada di sepanjang jalan.

Pertanyaan yang perlu dijawab adalah apakah partai ingin memberikan edukasi kepada publik. Sehingga publik memiliki kesadaran dan meningkat taraf berfikirnya sehingga partai yang mengembannya menjadi pilihan atau sebaliknya.

Partai berjalan di tengah dinamika masyarakat dan bermetamorfosa seiring dengan harapan-harapan yang kemudian memudarkan ideologi partai. Mungkin kita perlu mengingat, Muhammad selama 3 tahun membangun kesadaran politik masyarakat Arab hanya memperoleh 40 orang, dengan penolakan yang luar biasa.

Keteguhan untuk terus memberikan edukasi politik Islam mampu mengantarkan bangsa Arab yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya membawa hasilnya 40 tahun kemudian tanpa mengubah platform perjuangan. Dan, mengantarkan peradaban Islam berkuasa selama 14 abad di 2/3 wilayah dunia.

Zionisme pun menempuh jalan yang sama. Kapitalisme liberal juga meretasi jalan yang demikian. Keteguhan atas prinsip dalam tantangan dan dinamika yang ada akan membuahkan hasil yang besar. Lama, memang, karena kesabaran itu penting, agar kita tidak merugi. Al Quran telah mengingatkan ciri-ciri orang yang tidak merugi, yaitu yang beramal kebaikan, saling menasihati dalam kesabaran dan ketaatan.

Husain Assa'di SP MSi