ZONA ReVoLuSi ISLAM

Beyond The InspiRation..Menjadi Sumber InsPrasi.. Keep Fight for WhiTe revoLution until Islam doMinate the woRld..



Belajar dari pengalaman, sering sekali dalam dialog oleh aktivis, baik face to face atau dunia maya, ada kecenderungan untuk memposisikan lawan dialog sebagai ”musuh”. Akibat yang timbul, seringkali muncul pola fikir untuk ”menghancurkan” lawan dialog. Dengan pola fikir seperti ini, wajar saja akhirnya muncul kata-kata yang bukannya mampu menunjukkan kebenaran yang dibawa, malah justru yang dilakukan hanya ”menembak mati” lawan dialog. Sebagai contoh:
”Hahaha… masih aja keracunan demokrasi! Hih najis.. buang demokrasi dari kepalamu, SEKARANG !!”

Yang dimaksudkan sih memang benar: Buang demokrasi. Tapi pilihan kalimat seperti itu jelas hanya seperti ”tembakan peluru” yang mematikan. Bukan ”benih” yang menghidupkan dan membangun. Bukankah yang ingin kita lakukan adalah dakwah menyadarkan orang, bukan sekedar menyalahkan orang?
Para aktivis sudah selayaknya tidak memposisikan dirinya berhadap-hadapan, bersaing, apalagi bermusuhan dengan lawan dialognya. Ia harus menempatkan lawan dialognya sebagai partner dialog bukan ”musuh”. Jika seperti ini, insya Allah posisi forum bukanlah ”medan perang”. Tapi berubah sebagai ”ruang rapat”, dimana masing masing pihak akan dengan tenang mengutarakan pendapatnya dan menjadi sarana efektif bagi aktivis untuk menunjukkan kebenaran seterang-terangnya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah selalu berperasaan ”positif”. Aktivis yang sudah negative thinking duluan, biasanya akan dengan mudahnya terjebak emosi. Lawan dialog nyeleneh sedikit dari pemikiran islam, langsung deh menjustifikasi macam macam.. misalnya lawan dialognya menyuarakan isu HAM, Nasionalisme, Pluralisme, Pancasila, Liberaslisme, Demokrasi, tidak mendukung khilafah dsb, wuih, udah deh kata kata gak terkontrol lagi..Font huruf jadi besar semua, tanda serunya banyak n kalimat kembali hanya ”menembak mati” lawan dialog. Yang awalnya udah menempatkan ”posisi” dengan baik, langsung berubah jadi ”medan perang” lagi.

”Kamu gak ngerti juga yah? Demokrasi itu sistem KUFUR!! Masa sistem KUFUR mau diambil?? MANA BISA???”
”Woy, bisa pinteran dikit gak sih?? Demokrasi itu bertentangan dengan Islam!!”
Anda kembali harus benar benar memahami, bahwa dialog yang kita lakukan bukanlah ”menghancurkan lawan dialog”. Namun berupaya membangun kesadarannya. Anda tulis ”DEMOKRASI ITU SISTEM KUFUR, TAU GAK???!!”
dengan font besar dan banyak tanda serunya juga gak menjamin lawan dialog bakal mengerti.

Ya, kita harus memahami, bahwa seringkali orang itu salah karena tidak tahu. Ya, karena tidak tahu. Hanya itu kok. Umumnya, jika lawan dialog kita itu muslim, ia pasti tidak akan menolak islam. Pendapatnya yang cenderung nyeleneh dan membangkitkan emosi itu hanya karena ketidak tahuannya. Artinya, yang anda butuhkan hanya bagaimana agar pemahaman Islam yang anda miliki ”tertransfer” padanya, dan merubah ”pola fikirnya”. Bukannya malah menghardiknya atau menjelek jelekkannya. Bukankah seperti itu? Bukankah ini lebih sesuai daripada ”menembak mati” lawan dialog?

Husain MATLa dalam bukunya mengibaratkan seperti pola komunikasi kita pada anak kecil. Ketika berkomunikasi dengan anak kecil, kita cenderung lebih tenang dan tidak terburu buru terbawa emosi. Si anak tingkah lakunya nakal, kita menganggap ”wajar, ia anak kecil…”. Si anak kita nasehati tapi lambat sekali mengerti, kita juga tidak langsung terbawa emosi, ”wajar, ia masih belum tahu..masih kecil..”. Kita lebih stabil lebih cerdas dalam mengambil tindakan, karena kita berfikir, wajar saja : ia belum tahu.
Seharusnya pola komunikasi seperti ini juga kita terapkan pada orang dewasa. Ketika berdialog dengan seseorang, kita harus selalu positive thinking, bukan emosi melulu yang harus dikedepankan. Juga kita harus menyadari, bahwa yang kita dakwahi, tentu saja karena ia belum mengerti. Maka, ketika apa yang kita sampaikan belum mampu ia cerna, yang kita fikirkan bukannya, ”heh, kenapa sih dia gak ngerti ngerti juga?” tapi seharusnya, ”bagaimana ya caranya agar dia mengerti…”. kalau kita berfikir seperti ini, insya Allah ketika menghadapi lawan dialog, anda tidak akan terburu terbawa emosi, tapi justru berfikir semakin kreatif agar lawan dialog anda benar benar mengerti !

Seni dalam Berkomunikasi

Setelah memahami konsep ”dakwah dengan cinta”, insya Allah hati dan pola fikir anda sudah punya bekal. Namun sekedar itu saja tentu belum cukup. Dalam dakwah, yang kita lakukan bukan hanya sekedar ”transfer ide”, dalam artian, sudah cukup, yang penting sudah tersampaikan. Tidak hanya itu bro.. Ibarat seperti tukang pos yang hanya ”sekedar mengantarkan”. Tapi yang harus dilakukan adalah, seperti sebuah produk pasar yang punya strategi dalam pemasarannya hingga orang orang tertarik membelinya.

Kita bisa belajar kepada manusia yang punya keterampilan tinggi dalam berkomunikasi sebagaimana Rasulullah. Orang yang datang kepadanya dengan keputus asaan akan pulang dengan motivasi; orang yang datang kepadanya dengan kegamangan akan pulang dengan kemantapan; orang yang datang kepadanya dengan keraguan akan pulang dengan kepercayaan; orang yang datang kepadanya dengan kesembronoan akan pulang dengan keseriusan; orang yang datang kepadanya dengan pelecehan akan pulang dengan penghormatan; orang yang datang kepadanya dengan kemarahan akan pulang dengan penyesalan.

Agar mampu membangun komunikasi yang baik, seseorang harus mempunyai rasa empati. Empati adalah kepekaan untuk merasakan sesuatu yang dirasakan orang lain. Seorang komunikator yang baik, akan mampu mengkombinasikan fikiran dan emosinya dengan baik. Instingnya akan tajam. Ibarat bermain badminton, ia tahu kapan seharusnya melakukan smash, kapan dropshot, lob atau sejenisnya. Seperti itulah dalam komunikasi dakwah, seorang aktivis harus cermat melihat situasi, pemikiran dan perasaan lawan dialog atau suasana dialog. Ia harus peka dan mampu menempatkan kata kata atau kalimatnya dengan baik. Bukan asal nyerocos yang penting ”tersampaikan”.

Oleh karenanya, dalam berdialog, kita harus mencoba berangkat dari pemikiran dan perasaan orang lain agar kita bisa menempatkan kalimat dan sikap yang tepat saat berdialog. Seperti contohnya yang saya kutipkan dari buku Husain MATLa berikut:

Ini adalah petikan percakapan dari hati ke hati antara sepasang suami istri yang masih muda. Sang suami membuka percakapan terlebih dahulu.

”Rin.”
”Iya, … Mas.”
”Aku habis membaca kisah Napoleon Bonaparte, Kaisar Perancis.”
”Bagaimana menurut Mas?”
”Sepuluh tahun masa awal pemerintahan Napoleon sangat berbeda dengan lima tahun masa akhir pemerintahannya. Pada sepuluh tahun awal pemerintahannya, Napoleon berhasil menjadikan Prancis sebagai negara terkuat di Eropa. Dua pertiga Eropa tunduk kepada Prancis. Pengetahuan dan kebudayaan Prancis juga maju pesat. Paris menjadi kota terbesar dan terindah di Eropa. Namun, pada lima tahun akhir, Prancis hancur. Dari 600.000 tentara Prancis yang menyerang Rusia, tentara yang pulang tinggal 15.000. Napoleon kalah dan dibuang ke Pulau St. Helena, di tengah Laut Atlantik sana. Pada masa awalnya jaya, tetapi akhirnya hancur. Tahukah kamu apa sebabnya?”
”Nggak.”
”Sepuluh tahun awal pemerintahannya, Napoleon beristri Josephine, sementara lima tahun menjelang akhir pemerintahannya, dia beristri Marie Loussie. Menurut sejarah, Josephine membantu Napoleon menjadi orang yang sangat percaya diri, sementara Marie Loussie justru menghancurkan semangat Napoleon. Betapa vitalnya peran seorang istri. Yang satunya membuat negara jadi jaya, yang satunya lagi membuat negara hancur dan ratusan ribu prajurit tewas. Peristiwa seperti ini patut menjadi pelajaran buat wanita aktif sepertimu.”
”Maksud Mas?”
”Aku mendengar kabar tentang perempuan perempuan muda yang aktif di luar rumah. Mereka sangat energik dan mampu menggerakkan kaum ibu, tetapi terhadap suami kadang malah kurang perhatian, tidak romantis. Ini bisa membuat sang suami terganggu. Apakah seorang perempuan bisa dibilang hebat jika cuma aktif di luar rumah? Jangan jangan dia bagaikan sosok Marie Loussie bagi suaminya.”
”Kalau aku bagaimana Mas?”
”… hmm … hmm …”
”Eeeh senyum senyum.”
”Rin, kamu bagaikan sesuatu yang bergerak terus. Padahal, aku kadang ingin dekat dengan sesuatu yang diam dan duduk manis di dekatku.”
”Kok Mas jadi penuh perasaan?”
”Soalnya kita jarang punya saat saat santai dan indah seperti sekarang. Tampaknya kamu terlalu sibuk sehingga konsentrasi untuk suami kurang. Aku bukan tidak suka kamu aktif di luar, tetapi apa kamu ingin memburu pahala dengan meninggalkan pahala yang lain? Aku ingin kamu dapat dua pahala.”
”Iya, iya. Kubikinkan kopi susu mau, Mas? Aku juga mau kok.”
”Nggak usah bikin dua, satu cangkir besar saja.”
”Baik. Aku ingin kayak Josephine!”
”Jangan.”
”Lho kok?”
”Kayak Fathimah Az-Zahra’ saja!”


Dalam dialog di atas, sang suami sebenarnya menginginkan istrinya tidak melupakan tugas dasarnya sebagai istri meskipun dia aktif dengan berbagai aktivitas di luar rumah. Namun sang suami tidak asal melarang begitu saja. Dia menyampaikan pesan lewat kisah dua istri Napoleon. Sang suami mencoba berbicara dari hati ke hati secara santai. Dia mencoba menerapkan komunikasi yang “bertitik tolak dari perasaan orang lain” secara efektif.

Dalam dialog juga seperti itu, misal tentang bahasan demokrasi. Kita coba lihat dari titik pemikiran dan perasaan lawan dialog tentang demokrasi sehingga kita mampu memberikan kalimat yang efektif dan berkesan. Ini jauh lebih efisien ketimbang banyak contoh, tapi tidak mengena dengan persepsi lawan bicara.
Selain itu humor dan kedekatan psikologis dengan lawan bicara juga sangat penting, agar komunikasi lancar. Anda akan kesulitan menyampaikan ide jika dialog justru terkesan kaku dan efeknya bisa berujung pada emosi yang tak terkendali.

Jangan posisikan diri anda sebagai pihak yang menggurui. Istilahnya bukan komunikasi ”atas ke bawah”, tapi ”ke samping”. Ya, posisikanlah ia sebagai mitra diskusi, bukan orang yang harus didekte.

Hindari kalimat yang bertele tele dan panjang. Kalau berupa tulisan, hindari tulisan yang panjang tanpa spasi dan cenderung ribet untuk dipahami atau juga kalimat yang disingkat singkat. Gunakanlah pertanyaan pertanyaan pendek yang retoris. Giring secara perlahan ke arah substansi dialog, tidak bertele tele, tidak ribet. Perlahan tapi pasti, dengan santai. Gunakanlah argumen yang runtut, tapi sederhana. Yang mudah dipahami oleh lawan dialog kita. Bawa ia pada logika yang sulit ia bantah sendiri, dengan kata lain ia yang akan ”membantah” argumen awalnya sendiri. Meski tidak diungkapkan lewat kata kata, saya yakin setidaknya akan sangat berbekas dihatinya. Dengan begitu ia tak akan merasa digurui. Dan anda jangan cenderung memaksa lawan bicara ”menelan” secara keseluruhan ide yang kita pahami. Bisa bisa ia ”muntah”.

Sebagai contoh, pembahasan tentang liberalisme, tapi kita menuntut juga orang lain menolak kapitalisme, nasionalisme dsb, dan setuju khilafah. Maksa lagi. Terkadang kita harus bijak dan proporsional dalam bersikap.

Mengalahkan Lawan secara Elegan

Yang pasti, ingatlah bahwa tujuan anda berdialog, bukanlah ingin ”menghancurkan” lawan dialog, bukan pula ”ingin memenangkan pertandingan”. Anda berdialog karena inilah sarana anda menyampaikan yang haq dan merubah pola fikir lawan dialog anda. Bukakah begitu? Jika anda hanya main klaim semata tanpa ada argumentasi rasional yang mampu diterima dan main emosi doang. Yang ada bukanlah ”forum dialog” tapi ”medan perang”.

Bukankah anda yakin atas kebenaran ide yang anda bawa? Jika begitu tak perlu ragu, karena anda ”menjual” produk yang berkualitas. Ketika lawan bicara belum mengerti, jangan ”paksa” ia ”menelan”, tapi ”bantulah” ia ”menelan”. Luruskan hati, jangan sampai terkotori oleh keinginan lain. Dengan argumen yang runut dan mudah dipahami, ”kalahkanlah” ”lawan” dengan elegan.
Dan janganlah berputus asa, jangan negative thinking duluan dengan lawan dialog kita. Karena hidayah adalah rahasia Allah.

Banyak sekali contohnya. Misal, ketika perang uhud usai, ’Amr bin Al-’Ash, pemimpin pasukan Quraisy yang mengejar kaum muslim ke Habasyah, bersama Khalid bin Walid, di luar dugaan masuk Islam dan mengikrarkan kalimat syahadat. ’Amr bin Al-’Ash lalu dipercaya Rasulullah sebagai panglima perang umat Islam dan dipercaya oleh ’Umar bin Al-Khaththab sebagai gubernur Mesir. Dia tercatat sebagai sahabat Nabi.
Jadi, jangan fikir si ini, si itu gak bisa berubah dan mustahil didakwahi.
Jangan biarkan persepsi ”hitam-putih” kita biarkan tercap pada orang lain.

Wallahu a’lam bishshawab.

——————————————————————————————
Saya memposting tulisan ini bukan karena saya sudah bisa mempraktekannya.
Tetapi hanya berbagi tips untuk para aktivis sekalian.
Sebenarnya masih banyak trik lain dari buku Husain MATLa ini..
Seperti teknik ”Deskripsi Sistematis Empiris”, ”Menggugat Parameter”, ”Ilmu Taichi”, ”Gugatan Balik”, dsb. Kalau mau tahu, tampaknya anda harus beli bukunya.

oleh Muhammad Amda Magyasa


Oleh : Dr. Ing Fahmi Amhar*

Hizbut Tahrir (“Partai Pembebasan”) adalah sebuah fenomena politik Indonesia yang unik. Dari seratus lebih parpol yang mewarnai pentas nasional sejak reformasi 1998, HT adalah “partai” yang barangkali tertua. Didirikan 1953 di Jordania, HT dari awal menyebut dirinya partai politik, bukan sekedar gerakan dakwah. Sifatnya yang kosmopolit dan internasional, membuat HT berada di mana-mana. Di Indonesia HT eksis dengan legalitas sebagai organisasi massa dengan nama HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Untuk memahaminya, berikut sekilas “yang unik” dari HT.

1. Da’wah Group – but also Political Party HT adalah kelompok dakwah, yang diperintahkan menasehati siapa saja (QS 3:104), sedang yang paling berhak dinasehati itu adalah penguasa, yang mengurusi segala masalah ummat (tanpa dibatasi). Maka dakwah seperti ini bisa disebut aktivitas politik, dan kelompoknya bisa disebut partai politik.

2. Politics – but smart & smarting the people Namun aktivitas politik HT adalah “high-politics” atau “smart and smarting politics”. HT mendidik masyarakat agar sadar hak dan kewajiban islaminya, sehingga mereka bisa mengawasi penguasanya, agar memerintah sesuai dengan Islam. Bagi HT sudah cukup bahwa masyarakat bersama penguasanya berjalan islami, tanpa harus berkuasa sendiri.

3. Political party – but extra parlementary Meski HT adalah partai politik, namun HT memilih berjalan di luar parlemen. Karena itu HT juga tidak berminat turut dalam Pemilu, sekalipun memiliki massa yang banyak. Ini karena HT memandang, parlemen dalam sistem demokrasi tidak sepenuhnya kompatibel dengan Islam, dan tidak akan mampu memberi jalan bagi tegaknya Islam di manapun. Dan fakta sejarah di berbagai negara menunjukkan bahwa perubahan yang revolusioner tidak pernah, tidak bisa dan tidak perlu melalui jalan parlemen. Meski demikian HT membolehkan seorang muslim yang memperjuangkan Islam via parlemen untuk muhasabatul hukkam (menasehati penguasa) atau untuk menguak hukum-hukum atau perilaku penguasa yang bertentangan dengan Islam.

4. Revolutionary – but start in the mind Meski HT mengidamkan perubahan revolusioner, namun itu bukan revolusi (ala) sosialis. Revolusi yang dicitakan adalah revolusi pemikiran. Pemikiran-pemikiran busuk di masyarakatlah yang menjadi sebab busuknya sistem dan rusaknya para penguasa. Karena itu pemikiran busuk ini harus digantikan dengan pemikiran Islam yang cemerlang, yang pada saatnya akan mencerahkan masyarakat, sehingga mereka mampu memilih penguasa yang tercerahkan. Pemikiranlah yang akan menggerakkan perubahan – bahkan revolusi – di segala bidang (QS 13:11).

5. Social Change – but not forget Individu Meski HT memperjuangkan perubahan masyarakat, namun ini tidak didrop dari atas, ataupun didongkrak dari bawah (individu-individu). Masyarakat tidak sekedar himpunan individu, namun individu-individu yang berinteraksi dan diikat pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama. Karena itu HT mendidik secara individual para kadernya, seraya bersama-sama melakukan interaksi ke masyarakat untuk merubah opini umumnya. Bila kader-kader itu kebetulan memiliki power, sementara opini umum juga sudah kondusif untuk Islam, maka perubahan sistem akan berjalan mulus. Selanjutnya sistem baru yang islami ini akan memacu islamisasi lagi, tanpa harus membuat semua orang menjadi kader.

6. Fundamental – but not dogmatic Sebagai gerakan yang merindukan tegaknya syariat Islam yang diyakini satu-satunya alternatif mengatasi krisis multi dimensi, HT dapat dibilang ada di kubu “fundamentalis”, atau “revivialis”. Namun demikian, HT bukan gerakan dogmatis. Bahkan untuk masalah aqidah saja (untuk pertanyaan: mengapa mesti percaya pada Islam?), HT menggunakan metode rasional semata. Karena itu oleh sebagian gerakan lain -juga di kubu fundamentalis – HT pernah disalahpersepsikan sebagai neo-mu’tazilah. Dalam fiqh, HT menelusuri dalil secara mendalam, tanpa terbelenggu keharusan mengikuti madzhab tertentu.

7. Syariat Islam – but not just “Jakarta Charter” Meski menyerukan penerapan syariat Islam, namun berbeda dengan lainnya, HT tidak terjebak pada sekedar usaha memasukkan Piagam Jakarta ke amandemen UUD 45, atau pada jargon piagam Madinah. HT justru mengusulkan suatu rancangan konstitusi baru yang seluruh pasalnya diambil dari Islam, dan memandang piagam Jakarta maupun piagam Madinah baru sebagian kecil dari syariat itu sendiri. HT memandang syariat Islam sebagai solusi integral (politik-ekonomi-sosial-budaya-hankam). Karena itu syariat tidaklah sekedar hukum (=sanksi) Islam, seperti hukum potong tangan bagi pencuri atau rajam bagi pezina. Dalam masalah ekonomipun, ekonomi syariat tidak sekedar ekonomi anti riba plus zakat, namun lebih jauh mulai dari paradigma, teori kepemilikan, teori harga, peran negara dsb.

8. Islamic State – but not theocracy HT memandang, suatu negara yang menjalankan syariat Islam, dan keamanannya dijamin oleh kaum muslim, adalah negara Islam. Namun negara itu bukanlah theokrasi yang dikuasai para padri yang memerintah atas nama Tuhan. Negara Islam adalah negara dunia, yang dihuni orang sholeh maupun orang jahat, muslim maupun bukan. Dalam negara Islam, meski kedaulatan ada pada syara’, namun kekuasaan ada pada rakyat, sedang manfaatnya ditujukan ke seluruh alam.

9. Unity of Umma – but not unity of party Negara hanya tegak bila kaum muslim bersatu. Namun menurut HT, persatuan ummat tidak berarti harus menyatukan partai. Keberadaan banyak partai itu sunnatullah, karena memang ada banyak dalil yang bisa ditafsirkan beraneka. Ketika ada khalifah, dialah yang memutuskan pendapat mana yang akan dilegislasi dan mengikat semua orang, termasuk yang berbeda pendapat. Namun ini hanya untuk persoalan kemasyarakatan. Dan pendapat yang berbedapun boleh dipelajari. Inilah mengapa mazhab-mazhab fiqh tetap hidup, sekalipun khalifah saat itu melegislasi pendapat satu mazhab saja.

10. Khilafah – but not just group leader Dan tentang figur khalifah, HT memandang khalifah bukan sekedar pemimpin jama’ah semacam yang ada pada Ahmadiyah atau Laskar Hizbullah. Namun khalifah adalah kepala negara dan pemerintahan. Khalifah juga bukan jabatan yang bisa diwariskan, karena ia semacam kontrak sosial. Adapun yang terjadi di masa lalu, harus dikaji secara jernih, dan pula sejarah bukanlah dalil hukum yang mengikat.

11. Orthodox – but with ijtihad HT sangat teguh memegang dalil syara’. Namun demikian HT juga sangat peduli pada ijtihad asal memenuhi syarat. Termasuk arena ijtihad yang subur adalah konsep pembentukan dan kebangkitan masyarakat. Ini karena ulama terdahulu tidak mewariskan sedikitpun kajian di sini, sebab saat itu tak ada yang membayangkan bahwa khilafah Islam yang besar dan berperadaban tinggi bisa runtuh.

12. Syura’ – but not democracy HT membedakan syura’ dengan demokrasi. Proses pengambilan keputusan dibagi tiga: (1) Untuk masalah hukum, syura dilakukan untuk memilih pendapat yang terkuat argumentasinya – bukan terbanyak pendukungnya. (2) Untuk masalah teknis, serahkan pada ahlinya, bukan pendapat mayoritas. (3) Yang diserahkan pendapat mayoritas adalah hal-hal optional yang sama-sama mubah, misalnya memilih pejabat yang paling akseptabel, setelah semua sama-sama memenuhi syarat.

13. Radical – but not exclusive Sebagai gerakan yang memperjuangkan perubahan yang mendasar, HT dapat disebut gerakan radikal (radix = akar, mendasar). Namun HT jauh dari kesan eksklusif. HT berbaur di masyarakat dan tidak berpretensi membentuk perkampungan sendiri. Maka aktivis HT hanya bisa dikenali dari pemikirannya, tidak dari lahiriahnya. Kalaupun wanita aktivis HT berjilbab, itu bukan karena HT-nya, namun memang itu kewajiban Islam. Bahkan HT tidak punya bendera. Bendera hitam bertulisan kalimat tahlil putih yang sering dibawanya adalah bendera Islam. Dan ini boleh dibawa setiap muslim!

14. Substantive – but take also the symbols HT memandang segalanya dari sudut hukum syara’, dan tidak dari dikotomi substansi – simbol. Maka tak perlu menonjolkan satu dan mengabaikan lainnya. Pengentasan kemiskinan atau pemberantasan KKN sama wajibnya dengan menutup aurat atau sholat lima waktu. Keduanya harus didukung baik di tingkat individu dan – bila perlu – di tingkat negara.

15. Jihad – but peaceful HT mengakui bahwa jihad memiliki makna bahasa “usaha sungguh-sungguh”. Namun syara’ telah memberi definisi spesifik, bahwa jihad adalah segenap usaha mengatasi kekuasaan tirani asing yang merintangi dakwah secara fisik. Jadi jihad tak hanya untuk mempertahankan diri, apalagi sekedar melawan hawa nafsu. Sedang usaha mengoreksi penguasa / melenyapkan kemungkaran di negeri Islam, tidaklah disebut jihad, melainkan dakwah atau nahi mungkar – dan ini tidak dengan kekerasan, kecuali penguasa daulah Islam mengkhianati baiat rakyatnya, yang mewajibkannya menerapkan Islam. Sedang usaha mendirikan daulah Islam itu sendiri, sama sekali harus tanpa kekerasan. Rasulullahpun saat di Mekkah, berjuang tanpa kekerasan, meski banyak pengikutnya disiksa. Revolusi pemikiran tak bisa tidak selain dengan pemikiran juga, melalui dialog, diskusi publik, media massa dsb.

16. Compromisless – but no violence Dalam aktivitasnya, HT tidak mengenal kompromi dalam masalah syara’, sekalipun bagi gerakan lain itu adalah manuver politik. Namun sikap anti kompromi ini tidak berarti HT pro kekerasan. Bahkan di Jakarta, HT mendapat penghargaan Polda, sebagai penggelar demo paling tertib di Jakarta. Hal ini karena HT memandang jalan raya sebagai milik publik dan haram menghalangi orang untuk lewat. Selain itu HT melihat polisi hanya sebagai alat negara. Dan preman, bahkan pelacur sekalipun bukanlah musuh, karena hakekatnya mereka juga korban dari sistem yang tidak islami.

17. Liberating – but not liberal Meski memperjuangkan syariat Islam, HT memilih nama universal “Hizbut Tahrir” (Partai Pembebasan) – tanpa label “Islam”, karena ini mubah. Namun pembebasan itu bukanlah liberalisme (bebas dari batasan apapun kecuali yang bermanfaat baginya), melainkan pembebasan dari penghambaan pada sesama manusia menjadi pada Allah saja.

18. Tolerance – but not pluralism Dari pemahaman bahwa ada dalil-dalil syara’ yang bisa ditafsirkan berbeda, HT toleran pada mereka yang masih punya “syubhatud dalil” (dalil tipis) yang masih islami. Atas pemikiran dan aktivitas gerakan lain, HT berpendapat bahwa gerakan lain itu islami, meski pendapatnya berseberangan dengan HT.

Namun tidak berarti HT setuju dengan doktrin yang mengharuskan kekuasaan di-share ke kelompok dengan pemikiran yang berbeda-beda. Karena dalam masyarakat tetap harus ada suatu pemikiran tunggal yang mempersatukan.

Untuk hukum yang menyangkut masyarakat luas (bukan soal Qunut atau rokaat tarawih), mau tidak mau HT harus dan akan mengambil sikap untuk memperjuangkan pendapat yang terkuat hujjahnya saja. Terhadap pendukung pendapat islami lainnya, dikembangkan iklim dialog dan toleransi.

19. International – but work local Sedari awal HT sadar bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Karena itu, seluruh manusia pantas dijadikan sasaran dakwah. Maka HT ada di seluruh dunia, juga di negara-negara Barat.

Dakwah memang harus dimulai dari entitas yang bisa diakses. Karena itu prioritas dakwah tetap pada kaum muslim dulu. Dan karena bangsa Arab adalah komponen muslim terbesar dengan ikatan emosional tertinggi, maka pada mereka dakwah lebih intensif

20. Local – but not nationalism Namun meski bekerja secara lokal, tidak berarti HT setuju dengan nasionalisme atau patriotisme. Bahwa HT akan terdiri di garis depan bila negerinya diserang orang-orang kafir, itu pasti. Namun ini bukan karena merasa pengabdian tertinggi adalah pada bangsa dan negara, melainkan karena HT yakin membela negeri Islam dari serangan orang-orang kafir adalah kewajiban syara’.

HT berpikir lebih kosmopolit dan globalisasi, karena syara’ setiap bicara tentang ummat Islam, tidaklah spesifik hanya untuk muslim di negeri tertentu saja. Demikian juga, cita-cita mendirikan khilafah Islam sebagai cikal bakal suatu “superstate” tidak tertuju hanya di wilayah teritorial tertentu saja, melainkan di mana saja yang memang paling kondusif untuk itu, di sanalah cita-cita itu akan mulai direalisasi. Tidak oleh HT, namun oleh ummat yang telah berubah cara berpikirnya.



***

*Penulis adalah seorang aktivis Hizbut Tahrir bergelar “Doktor der technischen Wissenchaften” dari Technische Universitaet Wien (Vienna University of Technology Austria)

Judul Asli artikel: Hizbut Tahrir – Sebuah Analisis Politik

Sumber: http://at-tohir.blogspot.com/2010/11/hizbut-tahrir-sebuah-analisis-politik.html

Referensi:

Abdul Qadim Zallum: Nizhamul Hukum

Hizbut Tahrir: Ta’rif Hizbut Tahrir

Taqiyyudin An-Nabhani: Mafahim Hizbut Tahrir 



Banyak dari suami yang belum mengetahui atau bahkan tidak mengerti tentang bagaimana seharusnya memperlakukan istri sebagai wanita. Sebagian lain belum tahu bagaimana istri ingin diperlakukan. walaupun sebagian dari mereka merasa cukup tahu tentang teori-teori komunikasi dengan lawan jenis. Intinya wanita itu sangat kompleks dan sulit dipahami, tapi di lain sisi malah wanita yang menganggap laki-laki lah yang sebenarnya sulit untuk dipahami.

Suami adalah makhluk lelaki dengan tipikal yang tidak suka dan tidak terbiasa berbasa-basi. Kalau pun terpaksa harus melakukannya, akan sangat kentara sekali kalau mereka sedang berbasa-basi. Bagi mereka ketika seseorang mengatakan ‘tidak’ berarti ‘tidak’ dan ‘ya’ berarti ‘ya’. Suami tidak terbiasa “bermain-main” dengan ‘bahasa simbol’. dan atau jika mereka mengerti dengan ’simbol’ tersebut, mereka akan tetap mengartikannya secara harfiah dan mencukupkan diri dengan arti yang harfiah itu.

Sebaliknya, bukan rahasia lagi, bagi sebagian suami, istri sebagai wanita terkesan berbelit-belit dalam menyelesaikan masalah, karena seringkali melibatkan perasaan. Hal-hal yang menurut suami sebetulnya sederhana, seringkali jadi ribet. Belanja yang oleh para istri lakukan hanya bisa dilakukan 5 menit, bisa jadi 50 menit. Bahkan terkadang disertai dengan “adegan” tawar menawar yang lama. Atau Gara-gara salah ucap, si istri bisa seharian ngambek, meskipun suami sudah minta maaf. Istri sebagai wanita juga terkesan lebih romantis dengan mengingat hari hari special bahkan sampai detail tanggalnya dan kejadian yang waktu itu terjadi.

Satu lagi bahasa wanita yang sangat terkenal dan terlampau sulit untuk dipahami bagi sebagian suami , yaitu Menangis. Bahkan ada sebagian berpendapat bahwa menangis adalah salah satu bentuk egoisme wanita. Marah sedikit, nangis. Kurang suka sesuatu, nangis. Kalau sedih, pasti nangis. Tidak setuju, nangis. Tersinggung sedikit, nangis. Malu sedikit, nangis. Bahkan, dalam keadaan bahagia pun juga “terharu” (baca:menangis juga). Namun yang mengherankan sebagian besar suami takluk oleh tangisan semacam ini, luar biasa. Bisa jadi suami akan memilih salah satu dari pilihan berikut ini : mengalah dan berusaha merayu istrinya tersebut, atau…bingung! Jika suami yang meninggalkan istri menangis sendirian, bisa jadi dia termasuk kategori yang kedua, suami yang bingung. Atau mungkin ada satu lagi yang akan mereka lakukan membelikan sesuatu sebagai hadiah supaya istrinya tidak menangis lagi.

Memang terkadang wanita tidak mudah untuk dimengerti. Entah karena kemisteriusannya. Diam ataupun tidak, keras atau lembut, wanita tetap sulit dimengerti. Namun seperti sebuah teori perang ” pahami musuhmu, sehingga kau tau kelemahannya”? Begitu juga dalam memahami istri, suami diharapkan harus lebih dulu mengerti tentang karakter, sifat dan kebiasaan istri

Memang terkadang wanita tidak mudah untuk dimengerti karena kemisteriusannya. Diam ataupun tidak, keras atau lembut, wanita tetap sulit dimengerti. Bahkan bagi mereka yang sudah menikah seorang istripun masih selalu meninggalkan misteri. Akan lebih baik bagi suami jika hal ini diambil sisi positifnya saja, karena justru di situ gregetnya berumah tangga…menggali sedikit demi sedikit. Seperti sebuah teori perang ” pahami musuhmu, sehingga kau tau kelemahannya”. ?Begitu juga dalam memahami istri, untuk memahaminya suami diharapkan harus lebih dulu mengerti tentang karakter, sifat dan kebiasaan istri itu sendiri, karena sebagai suami, mau tidak mau akan sangat membutuhkan pendamping. Untuk itu suami harus mencoba untuk bersabar atas segala “kelemahan” istri sebagai makhluk wanita yang berasal dari tulang rusuk lelaki.

Karakter tulang rusuk ini sendiri memang unik. Dibiarkan ia akan bengkok alias melengkung. Ditarik terlalu keras ia akan patah. Cukup pahami istri secara sederhana, dan gunakan bukan cara dalam kaca mata wanita. Gunakan saja cara lelaki. Tak perlu memikirkan sesuatu secara berlebihan karena jika tidak tepat dengan apa yang dipikirkan istri, maka akan terjadi kesalahpahaman yang begitu jauh antara suami dan istri sedangkan jika kita memikirkan secara sederhana, akan mudah memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi.

Seluruh kesulitan suami saat menghadapi beratnya persoalan memahami istri akan hilang seketika begitu ia mempersembahkan ketulusan dan kesucian cintanya. Maksudnya, sejumlah ketidakmengertian akan segera terkalahkan manakala cara pandang yang digunakan tidak sekedar ingin mengerti dan ingin memahami semata. Justru kerelaan berkorban, berbagi serta kemauan memuliakan istri akan meluluhkan kekakuan hubungan yang terjalin. Tetaplah mencintai istri dengan apa adanya, tulus dan penuh kesucian. Karena jika seorang istri diperlakukan seperti itu, maka nanti pasti akan terbuka pintu-pintu perasaan, pikiran, keinginan serta kesetiaan pada para suami, dan itu akan terjadi dan dilakukan oleh istri dengan penuh suka rela
. (rps)

copas from : http://syiar-islam.web.id/?p=234


Kondisi yang terjadi di Afghanistan sekarang tidak ubahnya kondisi ketika berlangsungnya invasi Soviet. Sehingga,seorang jurnalis, sekaligus pakar Amerika mengatakan bahwa “Imperium AS secara ekonomi dan militer kehancurannya tinggal menunggu waktu saja.”

Ia menambahkan: “Kami sekarang sedang kalah perang di Afghanistan. Apa yang dialami oleh AS sekarang, sama seperti yang pernah dialami oleh Uni Soviet yang berperang di Negara itu juga.”

Christopher Lynn Hedges, penulis dan jurnalis, dan mantan koresponden perang pada surat kabar “New York Times”, juga pemenang “Pulitzer Prize” dalam sebuah wawancara dengan situs “Raw Story” mengatakan bahwa “Tanda-tanda runtuhnya Amerika Serikat sangat jelas dan telanjang. Kami kalah perang di Afghanistan dengan cara yang sama seperti yang dialami oleh “Red Army”. Kami punya data-data yang sama. Di mana tentara Amerika hanya menguasai 20% dari daerah perkotaan di Afghanistan. Sementara 80% daerah yang dihuni oleh rakyat Afghanistan dikuasai Taliban, atau daerah yang masih diperebutkan.

Sedang terkait dengan kondisi ekonomi, Hedges berkata: Kita sekarang sedang melalui apa yang disebut dengan “kudeta perusahaan”, sistem pendidikan kita telah hancur, infrastruktur kita telah terkikis, dan selama tidak ada perlawanan dari rakyat, maka kita sedang menuju pada sistem neo-feodalisme (almokhtsar.com, 22/12/2010).






Peran ibu sejatinya merupakan peran yang sangat penting. Selain berperan secara biologis, ibu juga memiliki peran politis dan strategis. Sebagai madrasah pertama dan utama, di tangannyalah eksistensi dan kualitas generasi umat masa depan akan ditentukan.

Sayangnya pemahaman seperti ini kian hilang dari benak masyarakat. Serangan budaya dan pemikiran sekular-materialistik telah menjadikan peran ibu seolah tak berarti apa-apa. Sebagian ibu hanya tahu bagaimana melahirkan dan membiarkan anak besar dengan sendirinya, tanpa ruh dan apa adanya. Sementara sebagian lain, sibuk mengejar prestise atau karir sebagai simbol kebebasan dan kemandirian, seraya tak segan menanggalkan cita-cita dan kebanggaan menjadi ibu ideal bagi anak-anak mereka.

Penerapan sistem kapitalisme sekulerpun telah membuat peran ibu kian jauh dari optimal. Betapa tidak? Kebijakan ekonomi neolib yang inhern dengan sistem batil ini senyatanya telah berhasil menciptakan kemiskinan struktural dan gap sosial yang demikian lebar dan memaksa para ibu berperan lebih dari apa yang seharusnya mereka pikul. Selain harus berperan sebagai ibu dan pengelola rumahtangga, mereka pun terpaksa bekerja mencari nafkah yang tak cukup didapat para suami mereka.

Pada kondisi seperti ini, para pejuang gender malah sibuk memasang umpan mereka; menawarkan gagasan beracun bernama “keadilan dan kesetaraan gender” atau ‘pemberdayaan perempuan’ yang targetnya, melepas keterikatan kaum perempuan pada peran-peran domestik, termasuk peran sebagai ibu. Peran mulia ini mereka gambarkan sebagai peran yang ‘marginal, tak produktif dan diskriminatif’. Sehingga sebagian para ibu, seolah mendapat pembenaran atas abainya mereka akan tugas dan tanggungjawab mempersiapkan generasi masa depan.

Tak heran jika hari ini muncul generasi tanpa visi, yang dididik ibu pengganti bernama televisi dan lingkungan sekuler yang intens memapar budaya permissif, hedonis dan anarkis. Pelan tapi pasti, merekapun terinfeksi kanker peradaban yang sedikit demi sedikit membunuh masa depan mereka sehingga umatpun nyaris kehilangan pelanjutnya. Seks bebas, aborsi, narkoba, HIV/AIDS, pornografi-pornoaksi, tawuran, dan kriminalitas, menjadi hal biasa di kalangan remaja. Sementara di sisi lain, kemiskinan struktural yang tercipta di negeri kaya raya ini tak urung melemahkan fisik dan akal sebagian mereka akibat gizi buruk dan ancaman keterlantaran. Alih-alih beroleh kehidupan dan pendidikan yang layak,bahkan tak sedikit anak yang harus banting tulang menyelamatkan ekonomi keluarga mereka.

Sebenarnya kondisi ini tak akan terjadi jika para ibu menyadari peran utamanya sebagai pendidik generasi. Kondisi inipun tak seharusnya terjadi, jika umat peduli dan hidup dengan aturan Illahi yang berperspektif penyelamatan generasi. Persoalannya, hari ini kehidupan para ibu dan umat memang jauh dari ideal. Sistem pendidikan yang diterapkan, tak mampu membuat mereka cerdas untuk memahami perbedaan yang fana dan abadi, yang semu dan hakiki. Sistem ekonomi yang dijalankanpun tak mampu mewujudkan kesejahteraan yang menjamin optimalnya peran ibu. Bahkan sistem rusak ini, meniscayakan seluruh kekayaan yang dimiliki dirampok para kapitalis dalam dan luar negeri yang berkolaborasi dengan penguasa khianat di negeri ini.

Pertanyaannya, akankah kondisi buruk ini kita biarkan hingga eksistensi umat hancur berantakan? Sudah saatnya kita bangkit melakukan perubahan. Agar sebagaimana dahulu, umat ini bisa kembali tampil sebagai umat terbaik (khoyru ummah) dan kembali bangkit sebagai pionir peradaban. Caranya tidak lain dengan membina para ibu agar menyadari peran strategis-politis mereka dalam mencetak generasi unggul, yakni generasi yang bertakwa, cerdas dan berkarakter pemimpin, sesuai aturan-aturan Islam. Juga dengan membina umat agar mampu menjadi barier tangguh untuk menangkal serangan pemikiran dan budaya yang dilancarkan musuh-musuh Islam, yang hendak melanggengkan hegemoni dan menjegal kebangkitan Islam dengan melemahkan generasi mereka.

Hanya saja mencetak generasi unggul melalui optimalisasi peran ibu dan umat ternyata tak mungkin dilakukan dalam sistem sekuler yang secara genial memang rusak dan membawa kerusakan. Upaya ini justru membutuhkan sistem yang benar dan datang dari Dzat Yang Maha Benar. Yakni sistem Islam bernama al-khilafah. Khilafah inilah yang akan menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan yang karenanya peran ibu dan umat dapat optimal dilaksanakan, dan generasi berkualitaspun akan bisa diwujudkan.

Disinilah urgensi dakwah yang bersifat politik ideologis. Yakni dakwah yang tidak hanya mengarah pada perbaikan kualitas individu ibu dan umat saja, namun juga mengarah pada terwujudnya sistem masyarakat Islam (khilafah Islam) yang rahmatan lil ‘alamin. Dan upaya ini tentu tak bisa dilakukan sendirian, melainkan harus ada sinergi dari seluruh komponen umat yang sudah berkesadaran, termasuk para ibu tangguh arsitek generasi unggul yang bertakwa dan terbina dengan pemikiran-pemikiran Islam.


Siti Nafidah Anshory (DPD I Jawa Barat)

Bersabarlah.. karena Perjuangan ini tidaklah mudah..

Bersabarlah.. Islam bagaikan bara api bagi zaman ini

Bersabarlah.. Allah telah menyiapkan tempat terbaik

Bersabarlah..Sesungguhnya PertolonganNYA akan datang

Janji Allah bagaikan Peneduh ditengah teriknya Ujian dan tantangan dakwah

Bisyarah Rasulullah bagaikan mata air ditengah kekeringan Harapan akan makian manusia

Keyakinan akan JAnji Allah dan RasulNya adalah inspirasi terbesar bagi setiap insan yang merindukan kebangkitan Islam.

Jiwa Ini tidak akan Pernah Lelah demi Perjuangan Mulia ini. Mati syahid dalam perjuangan ini atau Hidup dibawah Naungan Khilafah Rasyidah

Medan - Rahasia politik Amerika Serikat (AS) yang dibocorkan situs wikileaks.com membuat heboh publik di tanah air. Betapa tidak, dokumen rahasia yang berisikan tentang Indonesia itu bocor ke publik.

Kebocoran rahasia ini merupakan yang terbanyak dan paling menghebohkan. Sebab, bukan AS saja yang kebakaran jenggot. Beberapa negara di dunia juga ikut geram akibat negaranya ikut terseret dalam dokumen rahasia yang dibocorkan wikileaks.com.

Bahkan baru-baru ini situs static.guim.co.uk juga ikut membongkar data rahasia milik AS. Dan dari data tersebut, ada data penting tentang Indonesia.

Dalam kacamata pengamat Hukum Internasional Universitas Sumatera Utara Profesor Suhaidi, Indonesia perlu mewaspadai kepentingan di balik bocornya rahasia itu. Ia khawatir ada konspirasi dan permainan politik global di balik bocornya rahasia negara melalui situs internet.

"Tindakan ini diduga disengaja dengan tujuan tertentu untuk menghasilkan sesuatu yang menguntungkan dari negara Indonesia," katanya.

Dengan cara tersebut, AS dan beberapa negara lainnya sangat berkepentingan terhadap Indonesia atas bocornya dokumen rahasia negara.

"Jadi semuanya itu ada yang akan diinginkan oleh sebuah negara. Inilah bentuk salah satu permainan politik internasional," jelasnya.

Apa yang mesti dilakukan Indonesia? Negara berpenduduk muslim terbesar itu harus waspada, dan tidak mudah terjebak dalam konspirasi yang diatur negara-negara Barat, terutama AS.

Seperti diberitakan, ada sekitar 3.059 dokumen penting rahasia Amerika tentang Indonesia. Ribuan data tentang Indonesia disusun Kedutaan Besar AS di Jakarta.

Tidak ada rincian isi dan hanya klasifikasi dokumen resmi biasa dari laporan resmi untuk Kongres AS tentang Indonesia itu. Hanya disebut, ada laporan berjudul "Congressional Research Service; Report RS21874" yang disusun Bruce Vaughn.

Analis soal Asia Tenggara dan Asia Selatan dari Divisi Hubungan Luar Negeri, Pertahanan dan Perdagangan ini, mengupas singkat hasil Pemilihan Umum 2004 di Indonesia.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Foto saya
Ketika huruf bisa tersusun menjadi kata, ketika kata dapat tertautkan menjadi kalimat, dan ketika kalimat berhasil terangkai menjadi tulisan yang inspiratif. Ketika itulah akan terasakan suatu kebahagiaan yang luar biasa.. MAWAR itu MERAH karena BERANI, MAWAR itu BERDURI untuk melindungi dirinya... Jadilah MAWAR KEHIDUPAN!!!

Search This Blog

Ahlan wa Sahlan to My ZOne


Click here for Myspace Layouts

About this blog

Lewat hentakan jari jemari ini, sebuah tulisan kan mengalir Indah,yang akan mampu memberikan setitik pencerahan untuk umat




MUHASABAH

ISLAM akan segera MENANG tanpa menunggu siapapun, tetapi ALLAH akan memilih diantara HambaNYA yang memiliki kemauan untuk menolong agamaNYA.



Apakah "Kita" termasuk didalam orang orang yang terpilih tersebut??



Keep FighT!!




"Pengingat waKtu"

CuAp2..TinggaLkan PeSan

Bijak

BENDERA UMAT ISLAM

HAK CIPTA HANYA MILIK ALLAH. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

aLL about "diNie"

Foto saya
Ketika huruf bisa tersusun menjadi kata, ketika kata dapat tertautkan menjadi kalimat, dan ketika kalimat berhasil terangkai menjadi tulisan yang inspiratif. Ketika itulah akan terasakan suatu kebahagiaan yang luar biasa.. MAWAR itu MERAH karena BERANI, MAWAR itu BERDURI untuk melindungi dirinya... Jadilah MAWAR KEHIDUPAN!!!