ZONA ReVoLuSi ISLAM

Beyond The InspiRation..Menjadi Sumber InsPrasi.. Keep Fight for WhiTe revoLution until Islam doMinate the woRld..



Rum (rhum) adalah minuman beralkohol hasil fermentasi dan distilasi dari molase (tetes tebu) atau air tebu yang merupakan produk samping industri gula. Rum hasil distilasi berupa cairan berwarna bening, dan biasanya disimpan untuk mengalami pematangan di dalam tong yang dibuat dari kayu ek atau kayu jenis lainnya. Produsen rum terbesar di dunia adalah negara-negara Karibia dan sepanjang aliran Sungai Demerara di Guyana, Amerika Selatan. Selain itu, pabrik rum ada di negara-negara lain di dunia seperti Australia, India, Kepulauan Reunion.
Berbagai Makanan yang Menggunakan Rhum

Rum terdiri dari berbagai jenis dengan kadar alkohol yang berbeda-beda. Rum putih umum digunakan sebagai pencampur koktail. Rum berwarna cokelat keemasan dan gelap dipakai untuk memasak, membuat kue, dan juga pencampur koktail. Hanya rum berkualitas tinggi saja yang biasa diminum polos tanpa pencampur atau ditambah es batu (on the rocks). Rum memegang peranan penting dalam kebudayaan orang-orang di Hindia Barat, dan dikenal sebagai minuman perompak dan Angkatan Laut Kerajaan Inggris.[1]

Berita Republika menyebutkan, “Kue-kue dari hotel dan bakery terkenal kerap menggunakannya dalam taart, dan sus. Vla di dalam sus menjadi lebih lezat bila dicampurkan rhum. Cake aneka buah juga biasanya menggunakan rhum. Biasanya sebelum dicampur ke dalam cake, buah direndam dulu ke dalam rhum agar aromanya menjadi lebih menggugah selera.”[2]

Rhum Termasuk Minuman Keras

Kandungan Alkohol dalam Rhum termasuk tingkat tinggi yaitu sekitar 38%. Rhum termasuk golongan C dalam pembagian minuman keras sebagaimana penjelasan berikut ini.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 86/ Menkes/ Per/ IV/ 77 tentang minuman keras, minuman beralkohol dikategorikan sebagai minuman keras dan dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan persentase kandungan etanol volume per volume pada suhu 20oC.

Golongan A: Minuman dengan kadar etanol 1 - 5 persen.

Golongan B: Minuman dengan kadar etanol lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen.

Golongan C: Minuman dengan kadar etanol golongan C mengandung etanol lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen.[3]

Rhum Jelas Haramnya

Berdasarkan penjelasan di atas karena rhum menimbulkan efek memabukkan, maka ia jelas dihukumi haram. Ingatlah, segala sesuatu yang memabukkan termasuk khomr dan setiap yang memabukkan pastilah haram. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

“Setiap yang memabukkan adalah khomr. Setiap yang memabukkan pastilah haram.”[4]

Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ

“Setiap minuman yang memabukkan, maka itu adalah haram.”[5]

Kami nukilkan pula pembahasan dari Republika sebagai berikut.

Rhum menurut relawan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, Kosmetika dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), KA Endin, digolongkan ke dalam khamr. Kandungan alkoholnya cukup tinggi. Karena itu fatwanya pun jelas: haram. ''Sedikit atau banyak, khamr itu haram hukumnya,'' kata Endin ketika ditemui di kantornya Jumat (26/7).[6]

Bagaimana Jika Mengkonsumsi Sedikit Rhum?

Seperti ini pun tetap tidak dibolehkan. Ada kaedah yang perlu diperhatikan dalam masalah khomr, “Jika meminum khomr dalam jumlah banyak, bisa memabukkan, maka meminum satu tetes saja tetap haram.” Dasar dari kaedah ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ

“Sesuatu yang apabila banyaknya memabukkan, maka meminum sedikitnya dinilai haram.”[7]

Dari sini, jika meminum rhum satu liter menimbulkan efek memabukkan, maka meminum satu tetes rhum saja tetap haram walaupun tidak mabuk.

Mudah-mudahan paham dengan penjelasan ini.

Jika Makanan Tercampur Rhum

Sudah dijelaskan bahwa rhum sering sekali digunakan sebagai penyedap rasa. Ini artinya rhum yang termasuk khomr bercampur dengan makanan seperti kue, blackforest, dsb.

Walaupun campuran rhum tersebut dalam kue atau makanan sedikit, tetap dihukumi haram. Karena ini berarti mengkonsumsi khomr dalam jumlah sedikit. Sekali lagi kita perlu memperhatikan kaedah yang telah kami utarakan, “Sesuatu yang apabila dikonsumsi dalam jumlah banyak memabukkan, maka dikonsumsi satu tetes saja tetap haram walaupun tidak memabukkan.” Ini berarti makanan yang tercampur rhum semacam ini tetaplah haram.

Selanjutnya kami kemukakan sebuah penjelasan dari Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Riset Ilmiyyah dan Fatwa, Saudi Arabia),

“Apabila kadar alkohol –apabila alkohol tersebut dikonsumsi dalam jumlah banyak, memabukkan-, maka tidak boleh menggunakan alkohol tersebut baik sedikit ataupun banyak, baik digunakan dalam makanan, minuman, wewangian atau obat-obatan.”[8]

Begitu pula hal ini tidak berlaku hanya untuk rhum saja, namun jenis arak atau minuman keras lainnya. Jika miras sedikit saja bercampur dalam makanan, maka makanan semacam ini sudah sepantasnya untuk dijauhi. Sebagaimana informasi yang kami baca, banyak sekali kita jumpai campuran miras pada masakan China atau Jepang. Sudah seharusnya kita semakin waspada untuk menjauhi yang syubhat (samar) apalagi yang haram. Hanya Allah yang beri taufik.

Hukum Menggunakan Flavor (Essence) Rhum

Untuk menyiasati konsumen yang tak mau memakai rhum, produsen menciptakan flavor (essence) rhum dan perasa buah lainnya. Maksud flavor rhum adalah penyedap rasa dan aroma yang sama dengan rhum. Benda tersebut diklaim bukan rhum. Hanya rasa dan aromanya menyerupai rhum asli.

Berikut penjelasan dari tim auditor LP POM MUI-Jurnal Halal dari Republika.

Pertanyaan:

Assalaamualaikum wr wb,

Ketika anak saya berulang tahun, saya membeli kue tart untuk ulang tahun di sebuah toko roti dan kue di daerah Cimanggis. Waktu itu sudah malam dan buru-buru, sehingga tidak sempat mengecek dan mencium baunya. Sampai di rumah baru ketahuan bahwa kue tart tersebut memancarkan aroma khas minuman beralkohol yang saya duga berasal dari rhum.

Pertanyaan saya adalah, bolehkah rhum itu dipakai dalam kue tart, karena setahu saya proses pembuatan kue itu melalui pemanggangan dengan suhu tinggi dan diperkirakan alkoholnya sudah menguap? Sekarang ini banyak dijual juga rhum essence khusus untuk membuat kue. Yang saya tahu, essen tersebut bukan minuman keras. Katanya ia hanya perasa yang memiliki aroma dan rasa mirip dengan rhum. Bolehkan rhum essence tersebut digunakan? Terima kasih atas jawaban dan penjelasannya.

Wassalam,

Endang SES,Komplek Timah, Cimanggis, Depok

Jawaban:

Rhum adalah salah satu jenis minuman keras dengan kandungan alkohol di atas 10%, yang masuk dalam kategori khamer (minuman yang memabukkan). Hukum khamer dalam Islam adalah haram. Yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya juga haram. Oleh karena itu rhum dalam jumlah banyak maupun sedikit sama saja, yaitu tetap haram. Dalam pembuatan kue yang mengalami proses pemanggangan, alkohol dari rhum tersebut bisa saja menguap. Tetapi rhumnya sendiri masih ada, dengan aroma dan rasa rhum yang memang diinginkan. Dengan demikian rhum dalam kue tersebut masuk dalam kategori haram, meskipun akhirnya alkohol itu bisa saja menguap.

Segala sesuatu yang mengarah kepada yang haram sebaiknya dihindarkan. Rhum dengan aroma dan rasanya yang khas saat ini bisa ditiru dengan bahan-bahan sintetis. Tetapi ingat, bahwa membiasakan diri kita dan anak-anak kita kepada rasa dan aroma minuman keras, membuat kita lebih cenderung dan bisa menikmati aroma dan rasa tersebut. Lama-kelamaan kita menjadi semakin akrab dan menyenagi rasa tersebut dan pada akhirnya ingin juga mencoba yang aslinya. Menghindari kemudhorotan lebih diutamakan dalam Islam. Oleh karena itu penggunaan rhum essen tersebut lebih baik ditinggalkan. Dalam hal ini Komisi Fatwa MUI telah menyatakan haram bagi penggunaan aroma dan rasa haram (seperti rasa babi dan rasa rhum, meskipun tidak ada babi atau rhumnya) serta penggunaan nama-nama haram dalam suatu makanan (seperti mie rasa babi, meskipun tidak ada babinya).[9]

Demikian pembahasan kami mengenai rhum dalam makanan. Semoga Allah memudahkan kita mengkonsumsi yang halal dan menjauhkan kita dari setiap perbuatan yang dilarang.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.



Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Alumni Teknik Kimia UGM 2002-2007)

Artikel http://rumaysho.com/

Diselesaikan di Panggang-Gunung Kidul, 13 Shofar 1431 H



[1] Sumber bacaan: http://id.wikipedia.org/wiki/Rum

[2] Lihat http://www.republika.co.id/node/16114

[3] Lihat http://www.republika.co.id/berita/21233/Mengenal_Minuman_Beralkohol

[4] HR. Muslim no. 2003

[5] HR. Bukhari no. 5586 dan Muslim no. 2001

[6] Sumber: http://www.republika.co.id/node/16114

[7] HR. Abu Daud no. 3681, At Tirmidzi no. 1865, An Nasa-i no. 5607, Ibnu Majah no. 3393. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Ghoyatul Marom 58.

[8] Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, Soal pertama dari Fatwa no. 20339, 22/150, Darul Ifta’.

[9] Sumber: http://rol.republika.co.id/berita/20644/Minuman_Keras_dalam_Cokelat



Pengantar


Sebagai sebuah istilah maupun realitas empiris, poligami telah lama terkurung dalam wilayah perdebatan yang tidak ada habis-habisnya. Jika diteliti , pemicunya sebetulnya tidaklah terletak pada ke-zhanni-an (ketidak tegasan) dalil mengenai kebolehannya, tetapi lebih banyak didorong oleh sejumlah kepentingan pihak tertentu atau buruknya praktik poligami yang ditunjukkan oleh kebanyakan pasangan yang berpoligami. Dalam batas-batas tertentu, hal ini kemudian dijadikan pembenar oleh sebagian kalangan untuk menolak keabsahan poligami sebagai sebagai sebuah realitas hukum islam. Bahkan, tidak jarang,kalangan islam liberal termasuk kaum feminis memandang poligami sebagai salah satu bentuk penindasan atau tindakan diskriminatif atas perempuan. Demikianlah sebagaimana yang ditunjukkan oleh - sebagai misal - Abdullah Ahmed Na'im, tokoh islam liberal asal Sudan, atau fatima Mernissi, tokoh feminis asal Maroko. Akibatnya citra poligami - yang kebolehannya telah mendapat kan pembenaran dalam Al-Qur'an sekaligus pernah dipraktikkan oleh Rosululloh saw - akhir2 ini makin terpuruk, bahkan dalam batas-batas tertentu telah dianggap sebagai sebuah 'aib'; suatu kondisi yang tidak pernah terjadi pada masa Rosululloh saw dan para sahabat sendiri. ironisnya , banyak diantara wanita muslimah sendiri bersikap defensif, meskipun tidak menolak kebolehan poligami dalam islam, mereka tetap mengajukan sejumlah keberatan dengan berlindung dibalik ungkapan, poligami memang boleh, tetap kan tidak mesti dilakukan.



Oleh karena itu, dalam rangka mengurangi pro-kontra yang tidak perlu, tulisan ini dimaksud untuk menelaah lebih jauh pandangan yang lebih proporsional diseputar poligami ( ta'addud az-jawzat) dan sejumlah problem yang mengitarinya, sebagaimana yang diuraikan oleh Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani dalam kitab an-Nizham al-Ijtima'i hal. 127-135.





Mukaddimah



Poligami saat ini masih menjadi pembicaraan hangat ditengah-tengah masyarakat, termasuk dikalangan aktifis perempuan, apalagi dengan gencarnya gerakan feminisme yang mengopinikan bahwa maslah tersebut sebagai bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan. Padahal, Islam telah mengatur hal poligami ini dengan rinci dan tegas, sebagaimana termaktub dalam firman Allah Swt. surat an-Nisa' ayat 3.



kaum feminis radikal memandang, bahwa kebolehan poligami merupakan deklarasi penindasan laki-laki terhadap perempuan yang tiada akhir. mereka menuduh agama islam - yang telah membolehkan poligami - telah bertindak bias gender. pandangan seperti ini telah merasuki pikiran banyak aktivis perempuan dewasa ini. Bahkan, pandangan seperti ini seakan-akan memperoleh legitimasi dengan adanya praktik-praktik poligami ditengah masyarakat kita yang tidak sesuai dengan tuntunan islam. Ditambah lagi dengan adanya sosialisasi yang sistematis dan berkesinambungan tentang percitraan negatif ibu tiri/istri muda, baik melalui film maupun cerita-cerita rakyat.



Berbeda dengan pendapat diatas, ada pula yang berpendapat bahwa dilarangnya poligami justru pemicu dan cenderung melegalisasi prostitusi. Kta simak salah satu ungkapannya, "Bayangkan saja, dengan tidak diperbolehkan menikah lagi, banyak pria yang memiliki waniat simpanan. Padahal dari pada berzina, kan lebih baik dikawin secara resmi". Selanjutnya ia menambahkan,"Allah sendiri telah membolehkan pria beristri lebih dari seorang, dengan syarat sepengetahuan yang tua dan berlaku adil". Jika demikan bagaimana sebenarnya islam memandang masalah poligami ini? Bagaimana pula hukumnya?





Poligami adalah solusi bukan problem



Tidak dapat kita pungkiri, bahwa bahtera kehidupan pernikahan seseorang tidak selalu berjalan dengan mulus; kadang-kadang ditimpa oleh cobaan atau ujian. Pada umunnya, sepasang lelaki dan perempuan yang telah menikahtentu saja sangat ingin segeradiberikan momongan oleh Allah Swt. Akan tetapi ada suatu keadaan ketika sang istri tidak dapat melahirkan anak, sedangkan suami sangat menginginkannya. Pada saat yang sama suami begitu menyanyangi istrinya dan tidak ingin menceraikannya. Ada pula keadaan ketika seorang istri sakit keras sehingga menghalaginya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai ibu dan istri, sedangkan suami sangat menyanyanginya; ia tetap ingin merawat istrinya dan tidak ingin menceraikannya. Akan tetapi disisi lain ia membutuhkan wanita lain yang dapat melayaninya. Ada juga kenyataan lain yang tidak dapat kita pungkiri, bahwa didunia ini ada sebagian lelaki yang tidak hanya cukup dengan satu istri (maksudnya ia memiliki syahwat yang lebih besar dibanding dengan lelaki pada umumnya). Jika ia hanya menikahi satu wanita, hal itu justru dapat menyakiti atau menyebabkan kesulitan bagi sang istri. Lebih dari itu, fakta lain yang kita hadapi sekarang adalah jumlah lelaki lebih sedikit dibanding jumlah perempuan; baik karena terjadinya banyak peperangan ataupun karena angka kelahiran perempuan memang lebih banyak dari pada lelaki.



Nah, dari berbagai fakta yang tidak dapat dipungkiri diatas, yang merupakan bagian dari permasalahan umat manusia, kita dapat membayangkan, seandainya pintu poligami ini ditutup maka kerusakanlah yang akan terjadi ditengah-tengah masyarakat. Dari sini dapat dipahami, bahwa poligami sebetulnya dapat dijadikan sebagai salah satu solusi atas sejumlah problem diatas.



Namun demikian, fakta-fakta di atas tidak dapat dijadikan dalil pembenar bagi kebolehan poligami. Fakta-fakta tersebut sekedar mendukung pemahaman, bahwa poligami merupakan salah satu solusi bagi sebagian persoalan atau permasalahan yang dihadapi umat manusia. Sementara itu, dalil tentang kebolehan poligami ini tetap harus bertumpu pada nash-nash syarita, yakni al-Qur'an dan Hadist Rasullullah saw.





Hukum islam tentang Poligami dan Dalil-dalilnya



Islam sebagai din (agama, jalan hidup) yang sempurna telah memberikan sedemikian lengkap h

ukum-hukum untuk memecahkan problematika kehidupan umat manusia. Islam telah membolehkan kepada seorang lelaki untuk beristri lebih dari satu orang. Hanya saja islam membatasi jumlahnya, yakni maksimal 4 orang istri, dan mengharamkannya lebih dari itu. Hal ini didasarkan firman Allah Swt. berikut:



فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا



Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau empat - kemudian jika kalian takut tidak dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja - atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya (QS an-Nisa : 3)



Ayat diatas diturunkan kepada nabi Muhammad Saw pada tahun ke-8 Hijriah untuk membatasi jumlah istri pada batas maksimal 4 orang saja. Sebelumnya sudah menjadi hal biasa jika seorang pria Arab mempunyai istri banyak tampa ada batasan. Dengan diturunkannya ayat ini, seorang muslim dibatasi hanya boleh beristri maksimal empat orang saja, tidak boleh lebih dari itu. Menurut Taqyiuddin an-Nabhani, hal ini dapat dipahami dari ayat diatas jika kita baca secara berulang-ulang, yaitu: Nikahilah oleh kalian wanita2 yang kalian sukai dua-dua, tiga-tiga, atau empat-empat.



Ungkapan diatas dapat kita analogikan pada hal lai, misalkan, kita mengatakan, "tolong bagikan kue ini dua-dua, (masing-masing dua)". Dengan ungkapan ini saja kita akan memahami , bahwa kue tersebut dibagikan kepada setiap orang dua buah dan tidak boleh lebih dari itu. Demikian pula dengan ayat diatas, yang mengindikasikan bahwa setiap pria boleh menikahi wanita masing-masing dua, tiga, atau empat orang, tidak boleh lebih dari itu.



Memang dalam lanjutan kalimat pada ayat diatas terdapat ungkapan: Kemudian jika kalian tidak dapat berlaku adil, nikahilah seorang saja. Artinya, jika seorang pria khawatir untuk tidak dapat berlaku adil (dengan beristri lebih dari satu). Islam menganjurkan untuk menikah hanya dengan seorang wanita saja sekaligus meninggalkan upaya untuk menghimpun lebih dari seorang wanita. Jika ia lebih suka memilih seorang wanita, itu adalah pilhan yang paling dekat untuk tidak berlaku aniaya atau curang. Inilah makna dari kalimat; yang demikian adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya.



Namun demikian, menurut an-Nabhani secara mutlak, keadilan bukanlah syarat kebolehan berpoligami. Hal ini tergambar dalam ungkapan ayat: Nikahilah wanita2 lain yang kalian senangi dua-dua, tiga-tiga, atau empat-empat. Ayat ini mengandung pengertian mengenai kebolehan berpoligami secara mutlak. Kalimat tersebut telah selesai (sebagai sebuah kalimat sempurna). Kalimat itu kemudian dilanjutkan dengan kalimat berikut; kemudian jika kalian khawatir.... kalimat ini bukan syarat karena tidak bergabung dengan-atau merupakan bagian dari-kalimat sebelumnya tetapi sekedar kalam mustanif (kalimat lanjutan). seandainya keadilan menjadi syarat. Pastilah akan dikatakan seperti ini: fankihu ma thaba lakum min an-nisa matsna wa tsulatsa wa ruba'a in adaltum (nikahilah wanita2 yang kalian senangi dua-dua, tiga-tiga, empat-empat asalkan/jika kalian dapat berlaku adil-sebagai suatu kalimat yang satu. Akan tetapi, hal yang demikian menurut an-Nabhani tidak ada, sehingga aspek keadilan secara pasti bukanlah syarat diperbolehkan poligami. Artinya, perkara ini merupakan hukum syariat yang berbeda dengan hukum syariat yang pertama. Yang pertama dalah bolehnya berpoligami sampai batas empat orang, kemudian muncul hukum yang kedua, yaitu lebih disukai memilih salah satu saja jika dengan berpoligami ada kekhawatiran pada seorang suami tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya.



Dengan demikian, jika kita memperhatikan dengan seksama ayat ini, kita akan mendapati lebih dari satu hukum: (1) Kebolehan beristri lebih dari satu (poligami) secara mutlak tanpa ada syarat apa pun; (2) Kewajiban untuk berlaku adil bagi seseorang yang telah memilih berpoligami. Akan tetapi, jika khawatir tidak dapat berlaku adil, ia dianjurkan untuk memilih satu orang istri saja, karena yang demikian ini dekat pada sikap tidak berbuat aniaya. Artinya, perlu diperhatikan di sini, bahwa jika seseorang sudah memilih untuk beistri lebih dari satu, ia diharuskan untuk memperlakukan seluruh istrinya dengan makruf dan adil. Sebab, keadilan merupakan hukum lain yang diperintahkan (baca: wajib) atas seluruh kaum Muslim; siapa pun ia dan dalam kondisi apa pun. Namun demikian, keadilan yang dituntut atas seorang suami terhadap istri-istrinya bukanlah keadilan yang bersifat mutlak, tetapi keadilan yang memang masih berada dalam batas-batas kemampuannya—sebagai manusia—untuk mewujudkannya. Sebab, Allah Swt. sendiri tidak memberi manusia beban kecuali sebatas kemampuannya, sebagaimana firman-Nya:



لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا



Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS al-Baqarah [2]: 286).



Memang benar, kata ta‘dilû pada ayat yang dimaksud berbentuk umum, yakni berlaku bagi setiap bentuk keadilan. Akan tetapi, kata yang bersifat umum ini di-takhsîs (dikhususkan), yakni sesuai dengan kemampuan alami manusia, berdasarkan ayat berikut:



وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ



Sekali-kali kalian tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kalian walaupun kalian sangat menginginkannya. Oleh karena itu, janganlah kalian terlalu cenderung (kepada salah seorang istri yang kalian cintai) hingga kalian membiarkan istri-istri kalian yang lain terkatung-katung. (QS an-Nisa’ [4]: 129).



Melalui ayat di atas Allah menjelaskan, bahwa manusia tidak akan dapat berlaku adil dalam hal-hal tertentu. Hanya saja, harus disadari, hal ini tidak berarti bahwa Allah menganiaya manusia. Sebab, Allah berfirman:



وَلاَ يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا



Tuhan kalian tidak akan pernah menganiaya seorang manusia pun. (QS al-Kahfi [18]: 59).



Berkenaan dengan ketidakmampuan manusia berlaku adil sebagaimana yang ditunjukkan dalam al-Quran surat an-Nisa’ ayat 129 di atas, Ibn ‘Abbas menjelaskan bahwa ketidakmampuan yang dimaksud adalah dalam perkara kasih sayang dan syahwat suami terhadap istri-istrinya. Sebaliknya, selain dalam dua perkara ini, seorang suami akan mampu berlaku adil kepada istri-istrinya. Keadilan selain dalam kasih sayang dan syahwatnya inilah yang sebetulnya dituntut dan diwajibkan atas para suami yang berpoligami. Sebaliknya, keadilan dalam hal kasih sayang dan kecenderungan syahwatnya bukanlah sesuatu yang diwajibkan atas mereka. Hal ini dikuatkan oleh Hadis Nabi saw., sebagaimana dituturkan ‘Aisyah r.a.:



«كَانَ رَسُولُ اللهِ يَقْسِمُ فَيَعْدِلُ وَيَقُولُ اللَّهُمَّ هَذَا قَسْمِي فِيمَا أَمْلِكُ فَلاَ تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمْلِكُ, يَعْنِي الْقَلْبَ»



Rasullullah saw. pernah bersumpah dan berlaku adil seraya berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku bersumpah atas apa yang aku sanggupi. Oleh karena itu, janganlah Engkau memasukkanku ke dalam perkara yang Engkau sanggupi tetapi tidak aku sanggupi. (yaitu hatinya). (HR Abu Dawud).



Walaupun demikian, bukan berarti bahwa seorang suami berhak untuk memberikan kasih sayang dan melampiaskan kecenderungan syahwatnya secara berlebihan kepada salah satu istrinya dan menahannya kepada yang lain. Sebab, dalam surat an-Nisa’ ayat 129 ini pun Allah Swt. memerintahkan kepada seorang suami untuk menjauhkan diri dari kecenderungan yang berlebihan kepada salah seorang istrinya dengan menelantarkan yang lain. Sebab, keadaan semacam ini akan menjadikan seorang istri dalam keadaan terlantar atau terkatung-katung; antara memiliki suami dan tidak. Hal ini diperkuat pula oleh sebuah Hadis Nabi saw., sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah r.a.:



قَالَ مَنْ كَانَتْ لَهُ اِمْرَأَتَانِ يَمِيلُ ِلإِحْدَاهُمَا عَلَى اْلأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَجُرُّ أَحَدَ شِقَّيْهِ سَاقِطًا أَوْ مَائِلاً



Siapa saja yang mempunyai dua orang wanita (istri), kemudian ia cenderung kepada salah seorang di antara mereka, niscaya ia akan datang pada Hari Kiamat kelak dengan berjalan sambil menyeret salah satu pundaknya dalam keadaan terputus atau berat sebelah. (HR Ahmad).



Walhasil, keadilan yang diwajibkan atas suami terhadap istri-istrinya adalah dalam hal-hal yang mampu dilakukankanya sebagai manusia, misalnya dalam giliran menginap; dalam memberi pakaian, makanan, dan tempat tinggal; dsb. Jika seorang suami tidak berlaku adil dalam hal-hal di atas, berarti ia telah bermaksiat kepada Allah. Sebaliknya, yang termasuk dalam kecenderungan, seperti dalam kecintaan dan syahwat, seorang suami tidak dituntut harus adil. Sebab, hal-hal semacam itu termasuk dalam perkara yang sulit untuk diwujudkan.



Khatimah



Demikianlah Islam menjelaskan tentang poligami secara terperinci sebagai sebuah solusi atas problematika yang di hadapi umat manusia, baik yang menimpa kaum Muslim maupun bangsa-bangsa yang lain. Dari penjelasan di atas, kita juga dapat memahami, bahwa kebolehan poligami bukanlah suatu bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan ataupun penindasan kaum laki-laki atas kaum perempuan. Sebab, Islam sendiri tekah mewajibkan kepada seorang suami yang berpoligami untuk berlaku adil dan bergaul secara makruf kepada istri-istrinya. Justru, tanpa adanya poligami, masalah-masalah seperti di atas tetap akan ada tanpa ada pemecahannya. Artinya, sebagai suatu perkara yang dibolehkan (bukan wajib ataupun sunnah), poligami dapat menjadikan sebagian problem yang dihadapi umat manusia dapat terselesaikan. Akan tetapi, semua ini bukan merupakan ‘illat ataupun syarat bagi kebolehan berpoligami. Semua hal di atas hanya merupakan penjelasan atas fakta yang terjadi. Hukum poligami sendiri adalah hak Allah semata, yakni bahwa Dia telah menjelaskan tentang kebolehannya tanpa syarat apa pun. Mecukupkan hanya beristri seorang saja adalah suatu hal yang dianjurkan oleh Allah hanya dalam satu keadaan saja, yaitu ketika seorang suami khawatir tidak dapat berlaku adil. Selain keadaan ini, Allah Swt. tidak pernah mewajibkan seorang suami menikahi hanya seorang wanita saja.Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. [] 



oleh : Najmah Saiidah, alwai'e No.32 Tahun III, 1-30 April 2003


Tiga potensi yang paling mendasar yang telah Allah berikan kepada kita hendaknya
dapat kita manfaat dengan baik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan akan
potensi dasar tersebut. Tubuh kita, akal kita, dan ruh kita hendaknya kita pelihara,
kita jaga, kita penuhi kebutuhannya.Bagaimana ketiga potensi tersebut bisa
dimanfaatkan untuk mencari kekayaan:

1. Bagaimana hasil usaha dari jasmani kita dalam mencari kekayaan
Firman Allah :
"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS.At Taubah : 105)
“ Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk : 15)
Rasulullah bersabda :
“ Pekerjaan terbaik adalah usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan
semua jual-beli itu baik.” (HR. Ahmad, Baihaqi dll)
Tidak ada satupun makanan yang lebih baik daripada yang dimakan dari hasil keringat
sendiri.” (HR. Bukhari).
Berapa sih kemampuan fisik kita dalam mengumpulkan harta? Bila kita hanya
mengandalkan kemampuan fisik kita maka rezeki yang didapatkan akan sangat
terbatas. Kita sudah berusaha mengeluarkan dan mengerahkan kekuatan
tubuh kita, hasilnya hanya dihargai beberapa rupiah. Berapa seorang kuli
dibayar dari hasil tenaganya?

2. Bagaimana hasil usaha dari akal kita dalam mencari kekayaan
Allah berfirman,
“tiap-tiap orang berbuat menurut keadaanya (keahliannya) masing-masing.
Maka Tuhanmu lebih mngetahui siapa yang lebih benar (profesional) jalannya.” (QS.
Al-Isra’ : 84).
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar : 9).
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya. (QS. al- Isra: 36).
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan yang ada di bumi
semuanya (sebagai rahmat) dari pada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasan Allah) bagi kaum yang berfikir (QS Al Jatsiyyah : 13)
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di
muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehinga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri………” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Rasulullah bersada:
"Apabila suatu urusan diserahkan kepada
yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancuran." (Hadist Bukhari).
“Sesungguhnya Allah itu mencintai hamba-Nya yang apabila bekerja, ia
menyempurnakan pekerjaannya. [HR Thabrani].
Orang yang memiliki keahlian dia akan dibayar lebih tinggi daripada orang yang
tidak memiliki skill (hanya mengandalkan kekuatan tubuh). Kemampuan akal
memegang peranan yang penting dalam mencari kekayaan. Pekerjaan yang
dilakukan bukan hanya sekadar bekerja keras dengan kemampuan fisik, akan tetapi
bagaimana bekerja secara cerdas menggunakan akal.

3. Bagaimana hasil usaha dari ruhiyah kita dalam mencari kekayaan
“ Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu
beruntung.” (QS. Al-Jum’ah : 10)
"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar
baginya. Dan memberi-nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. Ath-
Thalaq: 2-3).
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A'raaf : 96)
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui." (QS. Al Baqarah : 261)
Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Berkata Abu Hurairah r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. telah bersabda: Sesungguhnya
Allah s.w.t. telah berfirman:
“ Barangsiapa yang memusuhi waliKu, maka Aku mengisytiharkan perang terhadapnya. Dan tiada seseorang hambaKu yang bertaqarrub kepadaKu dengan sesuatu yang lebih kucintai
daripada ia menunaikan segala yang Kufardhukan ke atas dirinya. Dan hendaklah hambaku bertaqarrub kepadaKu dengan Nawafil, sehingga Aku mencintainya. Dan apabila Aku mencintainya, nescaya jadilah Aku (seolah-olah) pendengarannya yang ia mendengar dengannya, dan pemandangannya yang ia memandang dengannya, dan tangannya
yang ia bertindak dengannya, dan kakinya yang ia berjalan dengannya. Dan andaikata
ia memohonKu pasti akan Kuberinya, dan andaikata ia berlindung kepadaKu pasti
akan Kulindunginya”.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kekuatan ruhiyah pun tidak bisa diabaikan begitu
saja. Allah SWT yang telah menentukan apakah kita akan mendapat rezeki atau tidak. Betapapun kita mengerahkan semua potensi kekuatan fisik kita dan berbagai strategi diterapkan, bila Allah belum menghendaki maka rezeki yang ada di hadapan kita belum tentu menjadi miliki
kita.
Rezeki kita sesungguhnya adalah apa yang telah kita infakkan di jalan Allah. Apa yang
ada saat ini belum tentu menjadi milik kita sepenuhnya. Bisa jadi ada yang mencuri
harta kita, terjadi musibah kebakaran, bencana alam dan lain-lain yang akan
menghilangkan dalam sekejap apa yang telah kita raih.
Saudarkau,
Kita harus sadar, berbagai upaya yang kita lakukan dari potensi-potensi tersebut
harus benar-benar sesuai dengan aturan Allah. Bila tidak maka bukanlah kebahagian
yang akan kita raih, tapi akan mengalami kesengsaraan abadi karena menikmati
kesenangan yang semu.


Penjelasan Ustadz Muhammad Ismail Yusanto:

Kalau Demokrasi dijadikan jalan perjuangan penegakan syariah, adakah bahaya yang bisa muncul? Kalau ada seperti apa bahaya itu?



"Masuknya seorang muslim yang bertaqwa di parlemen dalam sistem demokrasi sekuler ini akan sangat berguna dalam satu kondisi, yakni ketikat mereka menjadikan parlemen sebagai mimbar dakwah dalam rangka melakukan perubahan mendasar (taghyiir), menghentikan sistem sekuler dan menggantinya dengan sistem Islam, mengoreksi penguasa, menjelaskan kebobrokan sistem sekuler itu dan menyadarkan umat akan kewajiban untuk terikat pada ajaran Islam dan selalu berjuang melakukan amar makruf dan nahi mungkar."



Ingat bahwa, untuk ikut serta pemilu di dalam sistem parlemen di NKRI saat ini dengan memenuhi persyaratan HT dan bertujuan mengganti sistem menjadi Sistem Islam, pada kenyataannya adalah sangat sulit. Para syabab mengalami penghalang dari peraturan perundangan di NKRI saat ini. Karena itu, tidak mungkin HT atau syabab bisa mewujudkan perjuangan di Parlemen. Sebagai contoh:





-------------------------------

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2008

TENTANG PARTAI POLITIK





ASAS DAN CIRI Partai Politik



Pasal 9



(1) Asas Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.(2) Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Partai Politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.(3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.



Pasal 13



Partai Politik berkewajiban:a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang-undangan;



Pasal 20



Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) yang diatur dalam AD dan ART Partai Politik masing-masing.



-------------------



Ketiga Pasal diatas, adalah salah satu perkara-perkara yang ditetapkan keharamannya berdasarkan penjelasan kitab-kitab muhtabanat di HT, padahal itu adalah persyaratan untuk mendaftar partai politik dan terlibat dalam proses Pemilu. Kesimpulannya, HT dan Syabab-nya tetap tidak dapat terlibat di dalam proses Pemilu dan perjuangan di Parlemen.




Ustadz kami menjelaskan bahwa: HT memandang bahwa Pemilu itu adalah bentuk lain dari aqad wakalah yang hukum asalnya adalah mubah, bergantung dengan keberadaan syarat-syarat dan rukun yang melingkupinya. Jika Pemilu digunakan sarana untuk mengangkat anggota dewan atau penguasa yang menyerukan tegaknya syari'at dan menerapkan perubahan sistem secara terang-terangan, maka hukumnya adalah mubah. Namun, jika pemilu dijadikan sarana anggota dewan atau penguasa yang tidak menyerukan tegaknya syari'at dan menerapkan perubahan sistem secara terang-terangan, maka pemilu yang hukum asalnya mubah menjadi haram karena menjadi sarana penghantar keharaman.




"al washilaatiil ilal haroomi haroomun"(sarana yang menghantarkan kepada keharaman adalah haram)



"Menyangkut pemilu, bila ada muwakkil, wakîl dan shighat taukîl, maka yang menjadi sorotan utama adalah perkara yang diwakilkan, yakni dalam rangka untuk melakukan aktivitas apa akad perwakilan itu dilaksanakan. Apakah aktivitas itu sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Bila sesuai, maka wakalah tersebut boleh (Mubah) dilakukan, sebaliknya bila tidak sesuai dengan syariat Islam maka wakalah tersebut batil yang karenanya tidak boleh dilakukan (Haram)."

Lihat Nasyroh Hukum Syara' Pemilu di Indonesia:

http://onlymusafir.wordpress.com/2009/05/14/hukum-syara-pemilu-indonesia/



Jadi, perkara Pemilu ini, hukumnya tidak cuma satu, tetapi (minimal) adalah dua, yaitu Mubah atau haram. Untuk Kasus Pemilu Legislatif dan Pemilu memilih penguasa:



1) untuk kasus Pemilu untuk pemilihan anggota Parlemen:

Jika ada syabab yang mengharamkan Pemilu, itu bisa saja dikarenakan beliau telah mendapatkan dugaan kuat akan mustahilnya menemukan anggota dewan yang benar-benar memenuhi syarat dan menyerukan perubahan Sistem secara terang-terangan.



Lihat berita HT Belanda:

http://www.eramuslim.com/berita/dunia/hizbut-tahrir-belanda-serukan-warga-muslim-belanda-tidak-ikut-pemilu.htm



"Ikut pemilu, secara syar’i, hukumnya haram. Tidak halal seorang Muslim mewakilkan urusannya kepada calon, baik di pemerintahan maupun legislatif"

Lihat Nasyroh HT Amerika:

http://hizbut-tahrir.or.id/2009/02/05/ikut-pemilu-amerika-tolong-menolong-dalam-kebaikan-atau-maksiyat/




Tetapi, bila ada syabab yang belum mengharamkannya, maka fakta yang sebenarnya terjadi adalah sangat sulit untuk mengetahui siapakah anggota dewan yang benar-benar memenuhi syarat dan menyerukan perubahan Sistem secara terang-terangan, meskipun masih ada peluang untuk menemukan calon tersebut. Ingat, bahwa calon tersebut harus dari partai Islam, menyerukan tegaknya syari'ah dan khilafah dengan terang-terangan dan tidak bersekutu atau berkoalisi dengan partai sekuler.




"Dan dalam proses pemilihan tidak menempuh cara-cara haram seperti penipuan, pemalsuan dan penyuapan, serta tidak bersekutu (berkoalisi) dengan orang-orang sekuler;" [Ustdz. Ismail Yusanto]

Lihat di Penjelasan Ustadz Ismail Yusanto:

http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/26/demokrasi-alat-perjuangan-syariah/



"Harus menyuarakan secara terbuka targetnya menegakkan sistem Islam, mengubah sistem sekuler menjadi sistem Islam, serta mengumumkan perjuangannya untuk melawan dominasi asing dan membebaskan negerinya dari pengaruh asing."

Lihat Nasyroh Hukum Syara' Pemilu di Indonesia:

http://onlymusafir.wordpress.com/2009/05/14/hukum-syara-pemilu-indonesia/



"Hendaknya tidak berkoalisi dalam aksi pemilihannya dengan calon-calon yang tidak berpegang kepada hukum-hukum Islam di dalam program-program dan sikap-sikap politik mereka."

Lihat di Nasyroh HT Lebanon:

http://hizbut-tahrir.or.id/2009/04/29/ht-lebanon-menjelaskan-sikap-hizb-tentang-pemilu/



Pertanyaan ane adalah, untuk saat ini, apa ada partai Islam yang memiliki suara cukup dominan, yang tidak berkoalisi dengan partai sekuler (seperti PD, PDI-P dan Golkar)??



2) Kasus Pemilu untuk pemilihan Penguasa, seperti halnya walikota, gubernur dan presiden saat ini:Karena jumlah kontestan sangat sedikit, tentu akan lebih mudah mengetahui karakter dan figur kontestan. Dikarenakan kontestan akan dianggkat menjadi penguasa yang menerapkan hukum kufur, maka insyaAllah, tidak ada satu syabab-pun yang akan ikut Pemilu.




"Ikut pemilu, secara syar’i, hukumnya haram. Tidak halal seorang Muslim mewakilkan urusannya kepada calon, baik di pemerintahan maupun legislatif"


Lihat Nasyroh HT Amerika:

http://hizbut-tahrir.or.id/2009/02/05/ikut-pemilu-amerika-tolong-menolong-dalam-kebaikan-atau-maksiyat/




"Tidak ikut serta dalam memilih presiden, karena ... 2)presiden memerintah dengan hukum yang tidak diturunkan oleh Allah."



Lihat di Nasyroh HT Lebanon:

http://hizbut-tahrir.or.id/2009/04/29/ht-lebanon-menjelaskan-sikap-hizb-tentang-pemilu/



"Berdasarkan hal tersebut, aktivitas memilih penguasa dan wakil rakyat untuk melaksanakan hukum sekuler tidaklah dibolehkan. Karenanya, akad wakalah untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut juga tidak dibolehkan."

Lihat Nasyroh Hukum Syara' Pemilu di Indonesia:

http://onlymusafir.wordpress.com/2009/05/14/hukum-syara-pemilu-indonesia/



Kesimpulannya: Hukum asal Pemilu adalah mubah, menjadi haram atau mubah berdasarkan fakta yang terjadi pada syara-syarat terlaksananya Pemilu tersebut.



Jawaban HT terhadap pertanyaan "Kapan HT ikut Pemilu??"


-------------------------------------

Hizbut Tahrir Indonesia memang adalah sebuah partai politik. Tujuannya tidak lain adalah untuk melanjutkan kehidupan Islam, yakni tegaknya kembali kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariah dalam naungan Daulah khilafah. Karenanya, bagi Hizbut Tahrir, yang paling penting adalah bagaimana mendorong terjadinya perubahan ke arah itu. Dasar dari semua perubahan tidak lain adalah dukungan umat. Maksudnya, hanya umat yang memiliki kesadaran politik Islam sajalah yang akan mampu menggerakkan atau digerakkan menuju perubahan. Karena itu, menjadi fokus bagi HTI untuk bagaimana terus-menerus meningkatkan kesadaran umat.




Hizbut Tahrir Indonesia hingga sekarang tidak atau belum mengambil keputusan untuk mengikuti Pemilu atau tidak. Sebagai uslûb, Pemilu bisa diambil atau tidak. Jika perubahan bisa dilakukan tidak harus melalui Pemilu, mengapa Pemilu mesti menjadi keharusan? Bagi HTI Pemilu tetap merupakan uslûb dan tidak akan berubah menjadi tharîqah (metode yang baku) dalam mewujudkan perubahan.



Walhasil, yang penting adalah bagaimana perubahan itu terjadi, yang basisnya tidak lain adalah dukungan umat. Itu hanya mungkin berasal dari umat yang sadar.



Begitulah kira-kira jawaban diberikan kepada mereka. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.

[Kantor Jubir HTI-Jakarta]

Lihat di:

http://hizbut-tahrir.or.id/2008/04/01/kapan-hti-ikut-pemilu/

-------------------------------------



قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".QS:12.108



Allaahu a'lam bi-ash-showwab.

1. Apa yang disebut khilafah?

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslim untuk menerapkan syariat Islam di dalam negeri dan mendakwahkannya ke luar negeri.



2. Apa yang menjadi substansi dari gagasan khilafah tersebut?

Pertama, kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariat Islam dalam seluruh sendi kehidupan, baik kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang menyangkut aspek ibadah, makanan, minuman, pakaian, akhlak maupun muamalat serta ‘uqubah. Kedua adalah bersatunya kembali umat Islam yang kini bercerai berai dalam lebih dari 50 negara, di bawah naungan khilafah Islamiyah dengan seorang khalifah sebagai pemimpinnya.



3. Apakah khilafah ada dalam al-Quran?

Tentu. Khilafah berasal dari kata al-khalfu (khalafa – yakhlufu) yang berarti belakang. Lalu berkembang menjadi: khalfun, khalifah, khilafah, khalaif, khulafa, dan ikhtilaf. Didalamnya tekandung makna pengganti, generasi, pemimpin dan pewaris bumi. Ada 127 ayat yang mengandung kata dan turunan khilafah. Misal, al Baqarah 11 kali, Ali Imran 7 kali, an Nisa 3 kali, dll.



Kha-la-fa juga berarti kepemimpinan. Misalnya, terdapat dalam makna (1) Generasi pengganti (Al-A’raf: 169, Maryam: 59); (2) Suksesi generasi dan kepemimpinan (al-An’am: 165, Yunus: 14 dan 73, Fathir:39); (3) Proses dan janji pemberian mandat kekuasaan dari Allah (an-Nur:55); (4) Pemegang mandat kekuasaan dan kewenangan dari Allah (al-Baqarah:30, Shad:26). Jadi, kata khilafah/khalifah dalam arti kepemimpinan jelas ada dalam al-Quran.



4. Bagaimana makna khilafah menurut as-Sunnah?

Ada hadits-hadits yang secara keseluruhan diriwayatkan oleh 25 sahabat, 39 tabi’in, dan 62 tabi’it tabi’in. Dalam hadits disebutkan khilafah atau imamah, pemimpinnya disebut khalifah, imam, atau amirul mukminin. Semuanya mengandung arti yang sama, yakni kepemimpinan umum bagi kaum Muslim untuk menerapkan syariat Islam di dalam negeri dan mendakwahkannya ke luar negeri.



5. Pendapat ulama tentang khilafah?

Seluruh ulama sepakat tentang wajibnya khilafah, termasuk para ulama dari kalangan ahlu sunnah wal jama’ah. Misalnya:

Menurut Imam al-Juwaini, “Imamah (Khilafah) adalah kepemimpinan menyeluruh serta kepemimpinan yang berhubungan dengan urusan khusus dan umum dalam kaitannya dengan kemaslahatan-kemaslahatan agama dan dunia.” (Al-Juwaini, Ghiyâts al-Umam, hlm. 5)
“Khilafah membawa semua urusan kepada apa yang dikehendaki oleh pandangan dan pendapat syar‘i tentang berbagai kemaslahatan akhirat dan dunia yang râjih bagi kaum Muslim. Sebab, seluruh keadaan dunia, penilaiannya harus merujuk kepada Asy-Syâri‘ (Allah SWT) agar dapat dipandang sebagai kemaslahatan akhirat. Jadi, Khilafah, pada hakikatnya adalah Khilafah dari Shâhib asy-Syar’i (Allah), yang digunakan untuk memelihara agama dan mengatur urusan dunia.” (Ibn Khaldun, Muqaddimah, hlm. 190).
Abu Zahrah, “Jumhur ulama telah bersepakat bahwa wajib ada seorang imam (khalifah) yang menegakkan shalat Jumat, mengatur para jamaah, melaksanakan hudûd, mengumpulkan harta dari orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin, menjaga perbatasan, menyelesaikan perselisihan di antara manusia dengan hakim-hakim yang diangkatnya, menyatukan kalimat (pendapat) umat, menerapkan hukum-hukum syariah, mempersatukan golongan-golongan yang bercerai-berai, menyelesaikan berbagai problem, dan mewujudkan masyarakat yang utama. (Abu Zahrah, Târîkh al-Madzâhib al-Islâmiyah, hlm. 88)
Dr. Dhiya’uddin ar-Rais, “Khilafah merupakan kedudukan agama terpenting dan selalu diperhatikan oleh kaum Muslim. Syariah Islam telah menetapkan bahwa mendirikan Khilafah adalah satu kewajiban mendasar di antara kewajiban-kewajiban agama. Bahkan dia adalah kewajiban terbesar (al-fardh al-a‘’zham). Sebab, padanyalah bertumpu/bergantung pelaksanaan seluruh kewajiban lainnya.” (Ar-Rais, Al-Islâm wa al-Khilâfah, hlm. 99)
Imam Ibn Hazm, “Para ulama telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu dan adanya Imam merupakan satu keniscayaan; kecuali sekte an-Najadat (sekte Khawarij)—pendapat mereka sesungguhnya telah menyalahi ijmak” (Imam al-Hafizh Abu Muhammad Ali bin Hazm al-Andalusi azh-Zhahiri, Marâtib al-Ijmâ’ , 1/124). Pernyataan Ibn Hzam di atas juga dikuatkan oleh Imam asy-Syaukani (Imam al-Hafidz Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Nayl al-Awthâr Syarh Muntaqa al-Akhbâr, XIII/290).
Imam al-Hafidz Abu Yahya Zakaria al-Anshari juga menyatakan, “Mewujudkan Imamah (Khilafah) adalah fardhu kifayah, sebagaimana peradilan (Imam al-Hafidz Abu Yahya Zakaria al-Anshari, Fath al-Wahâb bi Syarhi Minhâj ath-Thullâb, II/ 268).
Pendapat senada juga terdapat dalam beberapa kitab lain, di antaranya: Mughni al-Muhtâj ilâ Ma’rifah Alfâdz al-Minhâj (XVI/287); Tuhfah al-Muhtâj fî Syarh al-Minhâj (XXXIV/ 159); Nihâyah al-Muhtâj ilâ Syarh al-Minhâj (XXV/419); Hasyiyah Qalyubi wa ‘Umayrah, XV/102).


6. Tapi, bukankah khilafah itu hanya 30 tahun saja, selebihnya kerajaan?

Memang ada hadits yang seakan-akan menunjukkan hal itu. Misalnya, hadits:

”Setelah aku, khilafah yang ada pada umatku hanya berumur 30 tahun, setelah itu adalah kerajaan.”[HR. Imam Ahmad, Tirmidziy, dan Abu Ya’la dengan isnad hasan]

Namun, sebenarnya yang 30 tahun itu bukan khalifah secara keseluruhan melainkan khilafah ’ala minhajin nubuwwah. Hal ini jelas bila dihubungkan dengan hadits:



Sesungguhnya awal dari agama ini adalah nubuwwah dan rahmat, setelah itu akan tiba masa khilafah dan rahmat, setelah itu akan datang masa raja-raja dan para diktator. Keduanya akan membuat kerusakan di tengah-tengah umat. Mereka telah menghalalkan sutra, khamer, dan kefasidan. Mereka selalu mendapatkan pertolongan dalam mengerjakan hal-hal tersebu; mereka juga mendapatkan rejeki selama-selamanya, sampai menghadap kepada Allah swt.”[HR. Abu Ya’la dan Al-Bazar dengan isnad hasan]



Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fath al-Bariy berkata, “Yang dimaksud dengan khilafah pada hadits ini adalah khilafah al-Nubuwwah (khilafah yang berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip nubuwwah), sedangkan Mu’awiyyah dan khalifah-khalifah setelahnya menjalankan pemerintahan layaknya raja-raja. Akan tetapi mereka tetap dinamakan sebagai khalifah.” Pengertian semacam ini diperkuat oleh sebuah riwayat yang dituturkan oleh Imam Abu Dawud,”Khilafah Nubuwwah itu berumur 30 tahun”[HR. Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud no.4646, 4647]



Jadi, awalnya negara nubuwwah dan rahmah pimpinan Rasulullah, dilanjutkan selama 30 tahun oleh Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Itulah Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Berikutnya, para penguasa yang kadang mengalami penyimpangan tapi tetap masih menjalankan syariat Islam dan dipilih melalui baiat khalifah. Mereka tetap khalifah. Dan kelak akan ada lagi Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah.



7. Mungkinkah menerapkan syariat Islam tanpa khilafah?

Kalau bersifat individual atau kelompok mungkin saja. Misalnya, shalat, shaum, dll bisa dilakukan tanpa perlu menunggu adanya khilafah. Tapi, bersatunya kaum Mukmin, pembelaan terhadap umat Islam yang dibantai, mengambil lagi harta kekayaan yang dirampas negara penjajah, menyediakan kebutuhan pokok, menjamin kesehatan dan pendidikan warga, dll. mutlak memerlukan khilafah. Sebab, kalau bukan khilafah yang menjadi benteng (seperti kata Nabi), lalu apa? Jadi, penerapan Islam kafah mengharuskan adanya khilafah.



8. Apa kerugian bila tidak ada khilafah?

Banyak sekali, diantaranya umat Islam kehilangan:

Keridhaan Allah SWT. Keridhaan Allah SWT dapat dicapai dengan mengikuti seluruh hukum dan aturan-Nya dengan penuh ketaatan sebagaimana dipraktikan oleh nabi kita Muhammad saw. Dengan kata lain menegakkan Khilafah Islam yang merujuk pada syariat baik urusan di dalam maupun luar negeri pada setiap aspek kehidupan.
Hilangnya Imam atau Khalifah atau Amirul Mukminin, di mana bai’at kepadanya merupakan suatu yang amat vital bagi setiap muslim. Rasulullah saw bersabda, ” Barangsiapa yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada bai’at maka matinya jahiliyah.” Saya ingin Anda membayangkan bagaimana berdosanya kaum muslim sejak runtuhnya Khilafah Ustmani tahun 1924 yang merupakan khilafah terakhir. Akhirnya secara spontan banyak yang hilang ketika kaum muslim kehilangan legitimasi kepemimpinan ini dan kehilangan lainnya menyusul seperti bola salju.
Hilangnya rasa aman dan jaminan keamanan yang menyebabkan ketakutan.
Hilangnya ilmu pengetahuan, pendidikan dan kepedulian yang lahir dari kepibadian Islam. Hal ini disebabkan oleh begitu dominannya kebodohan dan buta hurup yang diakibatkan oleh kemiskinan dan kepribadian yang goyah.
Hilangnya kekuatan dan Jihad yang disebabkan kelemahan dan kekalahan.
Hilangnya kekayaan yang disebabkan kemiskinan
Hilangnya pencerahan dan pedoman yang benar yang disebabkan kegelapan dan pedoman yang salah.
Hilangnya kehormatan dan martabat yang disebabkan penghinaan
Hilangnya kedaulatan dan ketergantungan dalam membuat keputusan politik akibat ketundukan kepada negara-negara penjajah kafir barat dan timur.
Hilangnya keadilan yang disebabkan penindasan dan ketidakadilan.
Hilangnya keimanan dan keikhlasan yang disebabkan pengkhianatan penempatan orang yang salah pada tempat yang salah.
Hilangnya sikap dan moral yang terpuji yang menyebabkan kejahatan dan sikap yang tercela.
Hilangnya negeri-negeri Islam dan tempat tinggal, tidak hanya Palestina tetapi juga Andalusia (sekarang yang disebut Portugal dan Spanyol), wilayah yang luas di Asia Tengah dan Timur Jauh, Kosovo, Bosnia, Kashmir dan yang lainnya, yang menyebabkan jutaan imigran, gelombang pengungsi dan pendeportasian.
Hilangnya tempat suci dan akibatnya adalah kaum muslim dilarang shalat di Masjid Al-Aqsa selama 50 tahun sampai saat ini. Kami juga menyesalkan untuk mengatakannya pada Anda bahwa dua masjid lainnya pun yaitu Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Nabawi tidak di dalam kondisi yang diinginkan.
Hilangnya kesatuan dan integritas yang diakibatkan terpecahnya negeri kaum muslim menjadi 56 bagian yang tidak sah, dan AS tengah bekerja keras menciptakan bagian ke 57 di Palestina, ke 58 di gurun Afrika barat dan ke 59 di Timor Timur.
9. Benarkah khilafah itu otoriter?

Tidak benar. Sebab, rakyat baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama wajib melakukan koreksi (muhasabah). Kalau menyimpang dari Islam, khalifah diluruskan. Bahkan, bila melakukan kekufuran yang nyata dapat diperangi.



10. Bagaimana kebijakan khilafah tentang penyelesaian kemiskinan?

Khilafah menjamin kebutuhan pokok. Tolok ukur kesejahteraan rakyat sangatlah sederhana, misalnya berapa banyak orang yang tidak punya rumah, pengemis, pengangguran, sakit dan tak mampu berobat, dll. Jadi, sandang, pangan, dan papan dijamin. Tidak boleh ada yang kelaparan sehingga rakyat makan aking atau gaplek. Pendidikan dan kesehatan pun gratis.



11. Bagaimana khilafah memperlakukan warga negaranya yang non Muslim?

Dalam kehidupan pribadi, implementasi syariat Islam terhadap warga dilakukan secara berbeda mengikuti agama yang dianut. Bagi seorang muslim tentu ia harus mengikuti syariat. Ia wajib melaksanakan ibadah, menjaga makanan dan minuman halal selalu, menutup aurat dan berakhlaq mulia. Sementara, bagi non-muslim dia tidak wajib mengikuti syariat Islam, tapi mengikuti ajaran agamanya masing-masing. Menyangkut masalah pakaian, makanan atau minuman dan ibadah, pendek kata semua yang berkenaan dengan keyakinan agama, mereka tidak wajib mengikuti syariat Islam karena dalam Islam memang tidak boleh ada paksaan dalam agama (la ikraha fiddin).



Dalam kehidupan publik, baik menyangkut aspek ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan sebagainya warga muslim maupun non-muslim semuanya wajib mengikuti syariat Islam. Larangan bermuamalah secara ribawi atau larangan berzina, menjual makanan dan minuman haram, mencuri, melakukan tindak kriminal dan sebagainya, semua itu berlaku untuk muslim maupun non muslim. Termasuk misalnya bila dalam kehidupan Islam itu berhasil diwujudkan pendidikan bebas biaya, layanan kesehatan yang murah dan bermutu atau kegiatan bisnis yang kondusif serta kehidupan yang aman, damai dan sejahtera, dan infrastruktur transportasi, telekomunikasi, penerangan dan tata kota yang canggih semua itu juga akan dinikmati baik oleh muslim maupun non muslim tanpa kecuali. Di sinilah rahmat Islam bagi sekalian alam yang dijanjikan itu akan terwujud.



12. Sejarah menunjukkan bahwa kekhilafahan penuh dengan kisah suram?

Harus diakui ada beberapa penyimpangan dari kekhilafahan. Hal ini sama dalam kekuasaan apapun. Tapi ini tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak khilafah. Seperti halnya tidak boleh menolak Islam hanya karena ada perilaku orang Islam yang jahat.



Juga, banyak sisi lain khilafah yang justru gemilang. Paul Kennedy dalam The Rise and Fall of The Great Powers: Economic Change an Military Conflict from 1500 to 2000, menulis tentang ke-khilafah-an Utsmani dengan: Imperium Utsmani, lebih dari sekadar mesin militer. Dia telah menjadi penakluk elite yang mampu membentuk kesatuan iman, budaya, dan bahasa pada sebuah area lebih luas dari yang dimiliki Imperium Romawi dan untuk jumlah penduduk yang lebih besar. Lihat juga pendapat senada dari William Durant.



13. Bagaimana khilafah mempersatukan umat yang sudah tersekat-sekat nasionalisme dan nation-state?

Dulu, berbagai kabilah di Jazirah Arab yang selama itu tidak pernah akur, dapat disatukan oleh Nabi dan para khalifah sesudahnya. Pertama, tanamkan kekuatan ruhiyah. Orang Arab tidak lebih baik dari non Arab, begitu juga sebaliknya. Jadi, siapapun siap bersatu dengan dipimpin oleh siapapun. Kalau selama ini suku-suku di Indonesia siap dipimpin oleh orang dari Jawa, semestinya siap juga dipimpin oleh bangsa apapun dan memimpin bangsa apapun.



Kedua, secara realitas, dunia makin menjadi dusun kecil. Istilah globalisasi telah menjadi kenyataan yang tidak dapat ditawar lagi. Dunia Islam pun dalam kenyataannya ’menyatu’ dalam sistem dunia. Mulai dari moneter, standar mata uang, hingga penanganan flu burung dilakukan secara global. Jadi, kenyataannya, dunia tengah menyatu. Karenanya, persoalannya bukan pada bersatunya, melainkan pada apakah kapitalisme global akan tetap dijadikan dasar kebersatuan dunia itu ataukah Islam dengan kekhalifahannya.



Ketiga, salah satu kewajiban kita adalah bersatu. Kaum Mukmin bersaudara laksana satu bangunan dan satu tubuh, dan haram berpecah belah. Bukankah Tuhan kita sama: Allah SWT, kitabnya sama: al-Quran, Rasulnya sama: Muhammad, kiblatnya sama: baitullah? Semua itu merupakan kekuatan ruhiyah yang akan menyatukan umat melewati batas-batas nasionalisme. Bila dengan alasan material Uni Eropa dapat bersatu, maka dengan alasan umat Islam adalah umat yang satu (ummah wahidah) semestinya umat Islam dapat bersatu melebihi mereka.



14. Tapi bukankah setiap negara Islam memiliki national interest yang berbeda-beda?

Kalaulah setiap pemimpin negara muslim berpikir seperti para pemimpin negara-negara Eropa pada saat ini, persoalan itu mudah saja diatasi. Bukankah negara-negara Eropa itu juga mempunyai national interest masing-masing? Kenapa kemudian mereka bisa dengan mudah melebur dalam Uni Eropa? Sekarang mereka terus bergerak. Di bidang imigrasi, bahkan sudah diperbolehkan satu visa untuk 14 negara, mungkin sekarang sudah lebih. Mata uang sudah satu. Sebentar lagi mungkin pertahanan dan militer, kemudian parlemen. Nanti akan ada pemilu untuk Eropa, dan sebagainya. Jadi kenapa umat Islam tidak bisa begitu? Umat Islam lebih punya dasar teologis dan historis. Secara teologis, jelas sekali dalil yang mewajibkan kita mewujudkan dan menjaga persatuan umat. Secara historis, kita tinggal meneruskan apa yang sudah kita pernah alami di masa lalu, di masa kejayaan kekhilafahan Islam.



15. Bagaimana menyatukan keragaman?

Keragaman tidak selalu harus disatukan. Beberapa ayat al-Quran dan as-Sunnah, termasuk praktek pada masa Rasulullah SAW dan sahabat, menunjukkan kehidupan di dalam kekhilafahan membiarkan keragaman. Keragaman budaya, adat, etnis dll dipandang sebagai alami agar manusia kenal mengenal (lihat al-Hujurat:13). Bahkan, tidak sedikit pernikahan antar etnis terjadi. Wali Songo yang kebanyakan dari Timur Tengah menikah dengan puteri Jawa. Agama-agama yang beraneka ragam diberi kebebasan hidup, karena tidak ada paksaan bagi non Muslim untuk berpindah menganut Islam (lihat al-Baqarah:256). Beraneka mazhab pun berkembang. Dulu, ada puluhan mazhab, sekalipun yang banyak dikenal hingga kini hanya empat saja. Keragaman yang disatukan hanyalah keragaman yang apabila dibiarkan akan memporakporandakan tatanan masyarakat. Jadi, keragaman bukanlah merupakan kesulitan dalam penegakkan khilafah.



16. Bagaimana mekanisme pemilihan Khalifah ditengah perbedaan etnik, mazhab dan kepentingan politik?

Dari sisi pemahaman harus sama bahwa siapapun yang memenuhi syarat boleh menjadi khalifah, tanpa membedakan etnis dan mazhab. Syarat keturunan Quraisy bukanlah syarat utama, melainkan syarat keutamaan (afdhaliyah). Adanya kekhilafahan Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah menunjukkan hal ini. Realitas pun menunjukkan, Cina dapat mengurus rakyat yang jumlahnya 1,5 milyar dengan berbagai keragamannya, maka sejatinya Umat Islam pasti lebih bisa mengurus kaum Muslim dunia sebesar itu juga.



Pada sisi lain, mekanisme pemilihan Khilafah melalui pemilihan, baik langsung ataupun lewat perwakilan Majelis Umat/MU (ahlul halli wal ’aqdi). Dengan merujuk jejak para khulafaur rasyidin dapat dilaksanakan mekanisme berikut. Di daerah dilakukan pemilihan para anggota Majelis Wilayah/MW (’wakil umat di daerah’) langsung oleh rakyat daerah masing-masing. Yang dipilih bukanlah gambar partai atau organisasi melainkan langsung orangnya. MW benar-benar menjadi representasi daerahnya. Lalu, para anggota MW memilih sejumlah orang diantara mereka untuk menjadi Majelis Umat/MU. Jadi, MU pun merupakan representasi umat secara keseluruhan. Persoalan etnik dan mazhab tidak akan menjadi masalah karena dapat diselesaikan dengan mekanisme tersebut.



Sementara itu, kepentingan politik ditampung dengan dibiarkan adanya partai-partai politik dan organisasi. Tidak perlu ijin, cukup pemberitahuan kepada pemerintah. Syaratnya, dasarnya adalah Islam dan untuk kepentingan Islam. Partai/organisasi ini dapat menyiapkan kader-kadernya untuk menjadi MW, MU atau khalifah, yang beradu kualitas dalam pemilihan.



17. Bagaimana cara menuju tegaknya Khilafah?

Inti dari persoalan ini adalah kesadaran masyarakat. Masyarakat yang sadar akan kewajiban penerapan syariah dan menyatu dalam khilafah akan berupaya mewujudkannya. Bila masyarakat ini didukung oleh ahlu quwwah (militer, dll), lalu memberikan kekuasaannya kepada pemimpin Islam untuk menjadi khalifah maka tidak ada siapapun yang dapat menghalanginya. Sebab, kekuasaan ada di tangan rakyat. Hanya saja, memang negeri-negeri Muslim harus melepaskan diri dari kungkungan dan penjajahan negara-negara besar. Untuk itu, perlu ada upaya di tiap negeri Muslim untuk menggerakkan umat bersatu dalam khilafah. Perlu gerakan ’transnasional’.



Pada awalnya khilafah Islamiyah tetaplah merupakan sebuah unit negara. Proses berikutnya, dia akan mengembangkan wilayah dan pengaruhnya itu ke negara-negara lain yang penduduknya mendukung gagasan penyatuan negara mereka ke dalam khilafah. Misalnya khilafah berdiri tegak di Mesir, maka khalifah akan berusaha menyatukan wilayah khilafah di sekitarnya, entah itu Libya, Sudan, Aljazair, Maroko atau bahkan wilayah yang lebih jauh seperti Palestina, Syiria, Yordania, Irak, Iran dan lain-lain.



18. Kita ini lemah, padahal ada negara besar penghadang?

Alasan ini memang bukan isapan jempol. George W Bush’s menegaskan akan menyerang siapapun yang menginginkan pendirian kembali Kekhilafahan Islam di Timur Tengah, sebagai bagian dari “perang melawan teror”. Realitas ini bukanlah perkara baru. Rasulullah SAW sejak awal dikepung dan diusir, setelah berhasil menegakkan daulah nubuwah wa rahmah pimpinan Nabi, mereka siap diserbu oleh kaum kafir Quraisy serta menghadapi tantangan dari dua negara besar kala itu, Persia dan Romawi. Tapi, hal ini justru menjadi pintu kemenangan yang lebih besar. ”(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung", begitu firman Allah dalam surat Ali ’Imran ayat 173. Jadi, secara i’tiqodi dan historis ancaman tersebut merupakan sunnatullah. Tapi, kemenangan Islam dan umatnya pun merupakan janji dari Allah Pencipta alam semesta. Lalu, sebenarnya kita kuat. Masalahnya, karena kita tidak bersatu maka banyak diantara kaum Muslim yang merasa lemah. Bayangkan, Indonesia saja membentang dari Inggris hingga Turki dan dari Polandia/Jerman hingga Yugosavia, atau membentang dari Maroko sampai dengan Yaman, dan dari Chad sampai Tunisia.



19. Ada yang menilai konteks kekhilafahan ini tidak cocok bagi Indonesia?

Boleh saja siapapun memberikan pendapat itu. Tapi, justru kita harus mempertanyakan ketidakcocokan itu di mana. Inti dari khilafah itu adalah syariah dan yang kedua persatuan (ukhuwah). Syariah itu kita perjuangkan dengan keinginan mendalam untuk menggantikan sekularisme yang telah memimpin Indonesia selama 60-an tetapi tidak memberikan apa-apa kecuali berbagai persoalan. Sementara persatuan bukan hanya kewajiban melainkan tuntutan fitrah manusia.



20. Bagaimana dengan Pancasila?

Harus diakui, Pancasila hanya merupakan sekumpulan prinsip-prinsip dasar yang sangat umum sehingga dapat ditarik kesana kemari, tergantung penguasanya. Lihatlah perjalanan negeri kita dari Orde Lama hingga Orde Reformasi. Dalam realitasnya untuk menyelesaikan kemiskinan, kebodohan, kezhaliman, ketidakadilan, penjajahan, dll Pancasila tidaklah memadai. Tidak operasional. Karenanya, perlu ada yang operasional. Itulah syariat dengan sistem khilafahnya. Jadi, gagasan syariat dan khilafah merupakan solusi yang dapat membebaskan Indonesia dan umat secara keseluruhan dari krisis multidimensi. Sosialis-Komunis terbukti gagal, Kapitalisme justru menghasilkan tatanan penuh krisis seperti sekarang. Kalau bukan syariat dan khilafah yang diperintahkan oleh al-Quran dan as-Sunnah, lalu apa?



21. Ada sejumlah kalangan berpendapat, ide khilafah ini akan mengancam NKRI?

Mengancam dari sisi mana? Khilafah dan syariah itu akan menggantikan sekularisme. Di mana sekularisme sudah membuat celaka negeri kita, justru yang mengancam itu sekularisme dan kapitalisme global. Fakta sudah nyata. Ukhuwah justru akan mensolidkan negara dari ancaman separatisme yang mengancam. Bentuk separatisme, seperti RMS dan Papua Merdeka itu yang mengancam, bukannya khilafah. Khilafah malah akan menyelamakan NKRI dari kehancuran.



22. Tapi, ’kan ide khilafah meniscayakan adanya perubahan sistem?

Semua orang tahu bahwa sistem di Indonesia sudah berubah-ubah. Lihatlah, sistem parlementer, presidential, demokrasi terpimpin, dll semuanya pernah dicoba. Undang-undang Dasar sudah berkali-kali diamandemen. Sistem pemilu juga berubah. Nah, kenapa takut dengan perubahan sistem? Kalau ternyata sistem yang selama ini justru memurukkan rakyat, semestinya kita berusaha mencari sistem yang baik untuk semua. Itulah syariat dan khilafah. Kalau konsisten kepada konsep ‘Kekuasaan ada di tangan rakyat’ kita serahkan saja kepada rakyat. Bila rakyat menghendaki diterapkan syariat Islam dan Khilafah maka tidak ada siapapun yang dapat mencegahnya.



23. Adakah kaitan khilafah dengan demokrasi?

Inti dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Inti gagasan ini bertentangan dengan Islam. Sebab, jelas sekali Islam mengajarkan kedaulatan itu di tangan Allah, di tangan syariat. Kehendak yang paling tinggi itu di tangan syariat. Ke sanalah rakyat dan seluruh elemen negara itu wajib tunduk. Dalam Al-Qur’an tertulis: innama kaana qaula al-mu’minina idza du’u iIallahi wa rasulihi liyahkuma baynahum ayyakulu sami’na wa atho’na“ (Kami mendengar dan kami mentaati)”. Itu menunjukkan bahwa syariat itu menempati posisi yang paling tinggi. Begitu syariat Islam menyatakan sesuatu, menyuruh sesuatu atau melarang sesuatu, mereka tunduk, sami’na wa atho’na. Itu jelas sekali.



Ditegaskan dalam ayat lain, wa ma kaana li mu’minin wa la mu’minatin idza qadha Allahu wa rasulahu amran ayyakuna lahumul khiyarat min amrihim. Jadi kalau Allah dan Rasul-Nya sudah menetapkan keputusan hukum, maka tidak pantas bagi seorang mukmin laki-laki dan perempuan untuk mencari keputusan hukum selain yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul itu. Itu menunjukkan bahwa yang memiliki kehendak paling tinggi adalah Allah dan Rasul-Nya. Atau dalam bahasa yang lebih simpel, syariat. Karenanya, syariat itu semestinya bukan option (pilihan), tapi obligation (kewajiban). Dalam sistem demokrasi di negeri-negeri muslim termasuk Indonesia, syariat itu masih sekadar option, bukan obligation. Di situlah kita wajib menolak, karena syariat itu merupakan kewajiban, bukan pilihan, yang semestinya diterapkan sebagai satu-satunya sistem hukum yang mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jadi, khilafah tidak terkait dengan demokrasi.



24. Mungkinkah khilafah melalui proses demokrasi?

Tergantung. Kalau yang dimaksud adalah harus mempertahankan kedaulatan di tangan rakyat sehingga halal-haram, baik-buruk, benar-salah, dan terpuji-tercela ditetapkan oleh wakil rakyat maka tidak mungkin khilafah dapat tegak dalam sistem demikian. Tapi, bila yang dipegang adalah kekuasaan ada di tangan rakyat baik langsung ataupun tidak langsung maka sangat mungkin. Asal rakyat mau dan didukung oleh pemilik kekuatan (ahlu quwwah), maka sangat mungkin terjadi.



25. Kalau begitu, bagaimana jalan menuju Khilafah?

Melalui jalan dakwah yang ditempuh dengan mengikuti thariqah dakwah Rasulullah, yaitu:

Dimulai dengan pembentukan kader yang bersyakhshiyyah Islamiyyah, melalui pembinaan intensif (halqah murakkazah) dengan materi dan metode tertentu
Pembinaan umat (tatsqif jamaiy) untuk terbentuknya pendapat masyarakat (al-wa’yu al-amy) tentang Islam
Pembentukan kekuatan politik melalui pembesaran tubuh jamaah (tanmiyatu jizmi al-hizb) agar kegiatan pengkaderan dan pembinaan umum dapat dilakukan dengan lebih intensif, hingga terbentuk kekuatan politik (al-quwwatu al-siyasiya)
Penegakan syariah dan khilafah memerlukan kekuatan politik. Kekuatan politik adalah kekuatan umat yang memilliki kesadaran politik Islam (al-wa’yu al-siyasiy al-islamy)), yakni kesadaran bahwa kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus diatur dengan syariah Islam. Maka harus ada upaya penyadaran politik islamy masyarakat terus menerus, yang dilakukan oleh kader. Makin banyak kader, makin cepat kesadaran terbentuk sehingga kekuatan politik juga makin cepat terwujud
Massa umat yang memiliki kesadaran politik menuntut perubahan ke arah Islam
Di dukung oleh ahl-quwwah (polisi, militer, politisi, orang kaya, tokoh masyarakat dan sebagainya) yang melalui pendekatan intensif, setuju mendukung perjuangan syariat dan khilafah. Kekuatan politik yang didukung oleh berbagai pihak semacam ini tidak akan terbendung.
Rakyat menuntut tegaknya sistem (syariah) dan kekuasaan khilafah atau penyatuan ke dalam khilafah Islam.


You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Foto saya
Ketika huruf bisa tersusun menjadi kata, ketika kata dapat tertautkan menjadi kalimat, dan ketika kalimat berhasil terangkai menjadi tulisan yang inspiratif. Ketika itulah akan terasakan suatu kebahagiaan yang luar biasa.. MAWAR itu MERAH karena BERANI, MAWAR itu BERDURI untuk melindungi dirinya... Jadilah MAWAR KEHIDUPAN!!!

Search This Blog

Ahlan wa Sahlan to My ZOne


Click here for Myspace Layouts

About this blog

Lewat hentakan jari jemari ini, sebuah tulisan kan mengalir Indah,yang akan mampu memberikan setitik pencerahan untuk umat




MUHASABAH

ISLAM akan segera MENANG tanpa menunggu siapapun, tetapi ALLAH akan memilih diantara HambaNYA yang memiliki kemauan untuk menolong agamaNYA.



Apakah "Kita" termasuk didalam orang orang yang terpilih tersebut??



Keep FighT!!




"Pengingat waKtu"

CuAp2..TinggaLkan PeSan

Bijak

BENDERA UMAT ISLAM

HAK CIPTA HANYA MILIK ALLAH. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

aLL about "diNie"

Foto saya
Ketika huruf bisa tersusun menjadi kata, ketika kata dapat tertautkan menjadi kalimat, dan ketika kalimat berhasil terangkai menjadi tulisan yang inspiratif. Ketika itulah akan terasakan suatu kebahagiaan yang luar biasa.. MAWAR itu MERAH karena BERANI, MAWAR itu BERDURI untuk melindungi dirinya... Jadilah MAWAR KEHIDUPAN!!!